Menu

STEAM Sebagai Dasar Pendidikan di Masa New Normal

                       Ket: Model Pembelajaran abad-21

Kita mungkin masih asing dengan istilah STEAM (science, technology, engineering, art, and mathematich) yang akhir-akhir ini sering disampaikan oleh mendikbud Nadiem Makarim. STEAM adalah metode pembelajaran berbasis teknologi yang dikolaborasikan dengan sains, matematika, seni dan rekayasa. Pendidikan berbasis STEAM menjadi penting karena mampu menjawab tantangan di masa depan.
Manusia zaman batu belajar dengan melukis di dinding gua menggunakan batu. Manusia era pertanian belajar menulis di atas kertas yang terbuat dari kulit hewan atau daun-daunan seperti papirus. Manusia era manufaktur belajar menggunakan kertas yang terbuat dari kayu. Di situlah segala sesuatu ditulis dan kemudian menjadi arsip yang masih dipakai hingga sekarang.
Bagaimana dengan manusia yang hidup di zaman yang sering disebut era digital? "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka bukan hidup di zamanmu." Demikian nasihat yang disampaikan Ali bin Abi Thalib.

Baca Juga:Melakukan Revolusi Pendidikan 

Nasihat yang baik dan sangat logis ini mendorong kebutuhan untuk memordenisasi sistem pembelajaran kita. Kita tidak bisa menggunakan sistem dan metode pendidikan zaman manufaktur untuk diterapkan di era digital. Karena itu, sistem pendidikan perlu diubah dan disesuaikan dengan zamannya.
Mulai tahun ajaran baru 2019/2020 ini, anak-anak Indonesia akan dikenalkan dengan mata pelajaran baru dengan nama Informatika. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 35, 36, dan 37 tahun 2018 yang ditandatangani di penghujung tahun 2018 yang lalu oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Indonesia telah mengikuti langkah progresif negara-negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan mata pelajaran ini dalam kurikulum nasional mereka.
Mata pelajaran Informatika yang dikembangkan adalah pelajaran yang berbasis STEAM. Kenapa harus berbasis STEAM? Karena metode tersebut mengajak siswa untuk mengintegrasikan mata pelajaran dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. 
Proses pembelajaran melibatkan enam keahlian utama bagi siswa di abad ke-21, yaitu, kolaborasi, kreatif, berpikir kritis, berpikir secara komputasional, pemahaman budaya, serta mandiri dalam belajar dan berkarier.
Pembelajaran STEAM adalah langkah selanjutnya dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi dunia nyata dan siap menghadapi persaingan global. Sebab, Science, technology, engineering, art and mathematics adalah mata pelajaran yang saling berkaitan dalam kehidupan keseharian kita.
Keempat bidang itu, saling terkait dan tak bisa berdiri sendiri. Namun, selama ini keempatnya dipelajari terpisah-pisah. Jadi, seolah-olah hanya bisa dipahami secara teori. Padahal keempatnya penting dikuasai oleh anak didik supaya mereka bisa memecahkan masalah dalam dunia kerja, masyarakat, dan dalam berbagai aspek kehidupan.

Persiapan Menghadapi New Normal
Terhitung sejak Maret sebagian besar sekolah-sekolah mengadakan pembelajaran dalam jaringan. Karena itu, sekolah-sekolah melakukan banyak persiapan dalam rangka memasuki tahun ajaran baru. 
Berkaca pada pengalaman pembelajaran dalam jaringan selama tiga bulan terakhir yang ternyata mengalami banyak kendala dan kekurangan, maka di tahun ajaran baru nanti pembelajaran dalam jaringan diharapkan lebih baik lagi.

Baca Juga: STEAM Sebagai Dasar Pendidikan Masa Depan

Menyikapi masalah dan persiapan pembelajaran selama new normal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) telah meluncurkan Seri Webinar Guru Belajar dengan Tema “Adaptasi Pembelajaran Masa Pandemi”.  
“Memasuki tahun ajaran baru, kita harus bersiap untuk menyiapkan seluruh kondisi sebaik mungkin, sehingga kita siap mendampingi seluruh peserta didik kita menyambut tahun ajaran baru yang akan datang,” ungkap Nunuk pada peluncuran webinar tersebut, Senin (29/6/2020) sebagaimana disampaikan dalam beritasatu.com.
Dalam menghadapi tahun ajaran baru di era new normal saya menemukan beberapa poin penting yang sebaiknya disiapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) secara daring (dalam jaringan).
Pertama, infrastruktur. Artinya, peralatan apa yang dipakai sekolah saat ini untuk pembelajaran jarak jauh. Apalagi di tahun ajaran baru PJJ dalam jaringan masih tetap diberlakukan. 

Oleh karena itu, infrasruktur yang digunakan oleh sekolah dan siswa harus sama. Jangan sampai lembaga pendidikan kurang informasi terkait infrastruktur yang digunakan oleh siswa dalam pembelajaran.
Poin penting kedua adalah infostruktur. Maksud dari infostruktur adalah aplikasi atau platform apa yang digunakan untuk proses PJJ dalam jaringan. Dengan keadaan seperti sekarang ini, maka aplikasi yang digunakan harus mampu memenuhi kebutuhan belajar siswa. Selain itu platform yang digunakan untuk siswa dan guru sebaiknya satu dan sama agar tidak membingungkan siswa.
Infostruktur juga menyangkut learning management system (LMS) yang sebaiknya dimiliki setiap satuan pendidikan. Namun, bagi sekolah yang belum mampu memilikinya dapat menggunakan Rumah Belajar milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dengan LMS kita dapat menjalankan pembelajaran yang asinkrosnis. Maksudnya adalah pembelajaran itu tidak harus dilakukan pada waktu yang sama, pada tempat yang sama, dan melakukan hal yang sama. Jadi, siswa diberi kesempatan untuk membuat project dengan melakukan kolaborasi beberapa mata pelajaran.

Baca Juga: Akankah Coronavirus Mengubah Pengalaman Belajar Tatap Muka?

Ketiga, infokultur. Maksud dari infokultur PJJ daring memiliki prinsip any time, any where, dan any device. Any time adalah setiap siswa tidak harus belajar pada waktu yang sama dan mengerjakan hal yang sama. Any where adalah siswa dapat belajar di mana saja asal terkoneksi internet. 

Sedangkan, any device maksudnya media yang digunakan sebaiknya multifungsi. Dalam pedagogi konvensional disebutkan media tersebut berfungsi menerima informasi seperti buku, TV maupun materi multimedia.
Konsep ini tentunya berbeda dengan pedagogis konvensional karena dalam pedagogis konvensional hanya mengenal sinkronis learning, sedangkan di sini akan menggunakan asinkronis learning. Hal itu yang harus kita pahami dalam PJJ daring di tahun ajaran baru nanti.
Poin-poin yang disampaikan di atas merupakan pengejawantahan dari STEAM. Di era Industri 4.0 ini kebutuhan akan para inovator dan kreator menempati urutan utama. 

Untuk itu kurikulum harus disesuaikan menjadi seperti berikut: Penguatan kemampuan calistung sebagai pondasi pembelajaran Pendidikan berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art Mathematic). Selain itu, pemanfaat teknologi secara optimal dalam pembelajaran Kompetensi inti; penalaran tingkat tinggi, serta kemampuan 4K (Komunikasi, Kolaborasi, Kritis dan Kreatif).


Sumber gambar: https://www.kompasiana.com/

Melakukan Revolusi Pendidikan

             (Ket: Meningkatkan kualitas pendidikan melalui literasi)

Gavin Alexander Williamson CBE MP adalah politisi Konservatif Inggris yang menjabat sebagai Sekretaris Negara untuk Pendidikan sejak 2019 menyadari setidaknya satu hal dalam pidatonya di mana ia menjanjikan revolusi di sektor pendidikan. "Banyak sekretaris pendidikan selama bertahun-tahun mengatakan mereka ingin mendukung pendidikan lebih lanjut," katanya dalam pidato virtual. "Saya tahu beberapa dari Anda akan merasa Anda pernah mendengar semua ini sebelumnya."
Siapa pun yang mendengarkan pidato Williamson akan memiliki perasaan deja vu, dari ratapan untuk "50% orang muda Inggris dilupakan." Mereka adalah orang-orang yang tidak masuk bisa masuk ke jenjang pendidikan tinggi, bahkan keinginan untuk mengenyam pendidikan kejuruan seperti SMK masih mengalami kesulitan.


Meskipun nada yang lebih mengancam ditujukan pada pendidikan tinggi, terutama universitas di Inggris, karena entah terlalu populer meskipun juga mahal sayangnya kurang memadai. Tetapi, hal itu merupakan kesalahan Tony Blair dan janji pendidikan tingginya yang 50%, daripada siapa pun yang berkuasa di Inggris selama 10 tahun terakhir.
Beberapa waktu sebelumnya serangan pertama datang dari Michelle Donelan, menteri untuk universitas. “Sejujurnya, anak muda kita telah dimanfaatkan, terutama mereka yang tidak memiliki sejarah keluarga yang kuliah. Alih-alih membantu mereka keluar dari keterpurukan, beberapa orang malah dibiarkan untuk berhutang investasi yang tidak menghasilkan apa-apa. ”Pendidikan yang seharusnya membantu untuk meningkatkan kualitas hidup malah pada akhirnya meninggalkan hutang.
Kemudian Williamson melangkah lebih jauh. Dalam pidatonya - preview buku putih untuk Departemen Pendidikan tentang pendidikan pasca sekolah yang akan diterbitkan pada musim gugur dan dirancang untuk meningkatkan pendidikan lebih lanjut - target utamanya tampaknya adalah universitas. Suatu rencana "untuk menangani pendidikan tinggi yang berkualitas rendah" entah bagaimana dimasukkan antara pembicaraan tentang pungutan untuk membangun kembali perguruan tinggi.
"Sudah terlalu lama kami melatih orang untuk pekerjaan yang tidak ada," kata Williamson, tanpa menyebut nama pekerjaan yang tidak ada. Mungkin dia cemas akan masa depan pendidikan di dunia. Mungkin Williamson belum menyadari bahwa banyak pekerjaan yang saat ini hits, di masa depan mungkin akan digantikan oleh robot. 
Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, perlu keberanian untuk melakukan revolusi besar-besaran. Pendidikan tidak akan bergerak maju, jika pelaku dan pengambil kebijakan tidak berani keluar dari zona nyaman atau tidak menawarkan program yang berkualitas.


Kalimat dalam pidato Williamson dapat didengar kata-kata penasihat Downing St. seperti Alison Wolf, yang telah lama mengeluh tentang kompleksitas pendidikan kejuruan di Inggris. Karenanya, ia menyebutkan "kualifikasi yang tidak diambil oleh siapa pun, atau yang berkualitas buruk," dihapuskan.
Suara lain datang dari Nick Timothy, penasihat khusus Theresa May yang bernasib buruk di Home Office. Setelah gagal terpilih sebagai anggota parlemen tahun lalu, Timothy dijanjikan sebagai direktur non-eksekutif dari Departemen Pendidikan. Tegas anggota brigade "lebih berarti lebih buruk", pandangan Timothy dikonfirmasi ketika ia menemukan bahwa tukang cukurnya memiliki gelar sarjana dalam bidang studi sepak bola.
Tetapi Williamson tampaknya memiliki rencana untuk pendidikan lebih lanjut, selain dari bashing universitas. Dalam pidatonya, dia berulang kali mengatakan bahwa perguruan tinggi Inggris harus dipimpin oleh dan disesuaikan dengan komunitas lokal mereka. Tentu saja agar pendidikan (kurikulum atau cetak biru sekolah) itu mampu menyesuaikan diri dengan kekayaan lokal dan yang menjadi kekhasan daerah itu.


Rupanya masalah pendidikan bukan hanya dialami oleh Indonesia atau negara-negara berkembang lainnya. Inggris sebagai salah satu negara dengan tradisi pendidikan yang luar biasa ternyata masih mengalami masalah seperti ini. Jika demikian, mungkin pasca corona virus dunia pendidikan perlu melakukan revolusi besar-besaran. 
Williamson sendiri mengakui bahwa ketika dia awal-awal menjadi sekretaris pendidikan, dia terkejut melihat seberapa jauh angka pendidikan orang dewasa telah jatuh. Pendidikan yang diidam-idamkannya ternyata tidak banyak bergerak maju. Malah yang ditemukan di lapangan, biaya pendidikan semakin mahal tetapi tidak dibarengi dengan kualitas yang ditawarkan. Alhasil, investasi orang tua untuk pendidikan anak terasa nihil.

Tulisan ini diinspirasi dari tulisan di https://www.theguardian.com/politics/2020/jul/09/what-kind-of-revolution-can-follow-the-tories-education-crisis


[Resensi Buku] Sejarah Singkat Riwayat Hidup Umat Manusia [2]

                          (Ket: Buku Homo Sapiens)


Judul Buku             : Sapiens -- Riwayat Singkat Umat Manusia
Penulis                   : Yuval Noah Harari
Tahun Terbit           : 2014
Penerbit                 : Kepustakaan Populer Gramedia
Diterjemahkan pada: 2017
Jumlah Hal             : 525 hal

Yuval Noah Harari memulai tulisannya tentang sejarah umat manusia dalam bukunya berjudul Sapiens dengan pembahasan tentang persaingan antara ras homo sapiens dengan jenis ras homo (homo: manusia) lainnya. 
Harari berusaha merekonstrusi istilah homo dengan sapiens. Homo adalah terminologi yang lebih umum untuk menyebut semua jenis manusia, termasuk homo sapiens, neanderthal, erectus dan lain-lain.


Saat ini memang ras manusia yang lain seperti neanderthal dan erectus sudah tidak ada, akan tetapi menurut Harari kita tidak bisa mengklaim bahwa manusia sapiens satu-satunya jenis manusia yang ada di dunia. Ribuan tahun yang lalu jenis menusia juga pernah hidup di planet ini.
Sapiens adalah jenis yang tersisa di dunia dan telah berevolusi dari rantai makanan terendah hingga berada di puncak rantai makanan dan pada akhirnya mengubah arah kehidupan dunia.

Domestikasi Gandum dan Kesalahan Besar Sejarah Agrikultur
Harari menyatakan bahwa kita pada dasarnya telah dibohongi oleh sebuah dongeng tentang revolusi agrikultur sebagai salah satu keberhasilan manusia. Menurut Harari dongeng itu justru merupakan sebuah pembohongan besar terhadap sejarah umat manusia. 
Sejak 9500 sampai 8500 SM, sapiens telah melakukan kesalahan besar dengan melakukan transisi kehidupan dari berburu dan mengumpulkan makan ke pola kehidupan pertanian.
Domestifikasi gandum yang kemudian menyebabkan perubahan pola kehidupan sapiens ke arah agrikultur menyebabkan ketergantungan sapiens terhadap tumbuh-tumbuhan tersebut. Menurut Harari justru hal ini yang lebih sulit dibanding model kehidupan berburu dan berpindah-pindah dengan mengumpulkan makanan karena model berburu tidak menjadikan sapiens terikat di satu tempat.
Berbeda dengan model kehidupan agrikultur yang mengharuskan sapiens untuk menetap dan terikat pada iklim serta alam di mana tanaman agrikultur tersebut bisa tumbuh. 
Artinya, pada era agrikultur bukan sapiens yang mendomestifikasi gandum dan tanaman agrikultur lainnya, melainkan tanaman-tanaman tersebut telah mendomestifikasi sapiens


Sapiens kemudian menetap untuk mengurusi seluruh keperluan gandum. Gandum yang awalnya hanya sebatas rumput liar di wilayah Timur Tengah, akhirnya menjadi tanaman yang tersebar hampir di seluruh dunia. 
Gandum yang mendomistifikasi sapiens kemudian menyebabkan berhentinya pola hidup sapiens yang berpindah-pindah. Mereka kemudian menetap dan membentuk masyarakat, hukum dan ekonomi untuk saling melindungi kehidupannya yang semakin terbatas.
Menurut Harari, revolusi agrikultur adalah titik balik di mana sapiens membuang keintimannya dengan alam dan beralih menuju alienasi serta ketamakan. Konsep perladangan membuat populasi meningkat drastis dan kehidupan menjadi semakin kompleks. Sebab tidak memungkinkan lagi bagi masyarakat agraris untuk kembali ke model kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan.

Cikal Bakal Sistem Negara
Konsep politik awal pun berkembang berdasarkan konsekuensi dari agrikultur. Perladangan menuntut sapiens harus mengembangkan rasa aman untuk menjaga ladang dan hasilnya. 
Kebutuhan akan rasa aman ini kemudian dikerjakan oleh mereka yang tidak mendapatkan area untuk menanam atau tidak punya lahan ladang. Mereka mendapatkan pembagian hasil ladang sebagai upahnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. 
Pola ini adalah dasar dari semua konsep kehidupan bernegara saat ini. Ada proses transaksi simbiosis bahwa orang-orang yang bertugas untuk mengatur masyarakat berhak mendapatkan upah dari hasil kerjanya melindungi masyarakat. Mereka awalnya dibiayai oleh hasil bumi yang surplus dari hasil kerja masyarakat.
Akan tetapi, surplus-surplus tersebut serta perkembangan teknologi transportasi menyebabkan semakin banyaknya orang-orang bisa dengan leluasa untuk berinteraksi membuka jaringan-jaringan kerja sama baru. 


Kalau dalam model kehidupan berpindah-pindah sapiens hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang semuanya pasti saling mengenal. Dengan demikian, pola kehidupan agraris memungkinkan sapiens untuk hidup dengan orang-orang yang tidak dikenal dalam jumlah yang jauh lebih besar. 
Menurut Harari, hal ini dimungkinkan karena jaringan-jaringan yang menghubungkan kerja sama antara sapiens yang tidak saling kenal dilandasi pada adanya kesamaan kebutuhan. Mereka membutuhkan rasa aman dari berbagai ancaman yang datang dari luar entah ancaman dari binatang buas atau pun sesama sapiens

Sejarah Tidak Pernah Adil
Namun, sekali lagi sejarah perkembangan manusia adalah sejarah tentang ketidakadilan. Pembentukan masyarakat pada era agrikultur bukanlah tentang keadilan pembagian hasil kerja. Bukan pula tentang hasil bumi yang kadang buntung. 
Akan tetapi, hal tersebut justru lebih mengarah pada terciptanya dominasi dan kelas-kelas sosial tertentu. Dari sini kemudian muncul hierarki dalam tatanan masyarakat. Hal itu disebabkan adanya persepsi akan hak-hak istimewa kelompok tertentu berkat penciptaan mitos-mitos sebagai pengikat utama sebuah sistem masyarakat.
Sapiens mulai mengenal konsep budak sebagai konsekuensi dari dominasi kelompok tertentu atas kelompok yang lain. Dominasi itu pun lahir atas imajinasi akan adanya hak-hak tertentu yang lebih mulia kelompok yang satu atas kelompok yang lain. Meski pun dalam aspek biologis hal tersebut tidak memiliki rujukan apa pun.

Hierarki imajinatif itu akhirnya berkembang menjadi sebuah lingkaran setan bagi golongan tertentu. Pada akhirnya menjadi hukum umum yang membawa evolusi sapiens bergerak ke tahap selanjutnya yaitu penciptaan imperium atau kerajaan.

Sumber gambar: berdikaribook.red

[Resensi Buku] Sejarah Singkat Riwayat Hidup Umat Manusia [1]


                                                 (Ket: Cover buku Homo Sapiens)

Judul Buku             : Sapiens -- Riwayat Singkat Umat Manusia
Penulis                   : Yuval Noah Harari
Tahun Terbit           : 2014
Penerbit                 : Kepustakaan Populer Gramedia
Diterjemahkan pada: 2017
Jumlah Hal             : 525 hal


Yuval Noah Harari memulai tulisannya tentang sejarah umat manusia dalam bukunya berjudul Sapiens dengan pembahasan tentang persaingan antara ras homo sapiens dengan jenis ras homo (homo: manusia) lainnya. 

Harari berusaha merekonstrusi istilah homo dengan sapiens. Homo adalah terminologi yang lebih umum untuk menyebut semua jenis manusia, termasuk homo sapiens, neanderthal, erectus dan lain-lain.

Saat ini memang ras manusia yang lain seperti neanderthal dan erectus sudah tidak ada, tetapi menurut Harari kita tidak bisa mengklaim bahwa manusia sapiens satu-satunya jenis manusia yang ada di dunia. Sapiens adalah jenis yang tersisa di dunia dan telah berevolusi dari rantai makanan terendah hingga berada di puncak rantai makanan dan pada akhirnya mengubah arah kehidupan dunia. 

Baca Juga: [Resensi Buku] Memahami Pemikiran Filsafat Politik dan Hukum Thomas Aquinas


Ada dua teori yang dibahas oleh Harari dalam buku ini yang menjelaskan tentang alasan mengapa yang tersisa sekarang hanyalah sapiens dan manusia-manusia genus lain punah. Pertama, teori penggantian yang menyatakan bahwa sapiens menggantikan semua ras manusia sebelumnya tanpa campur tangan apapun. 

Kedua, yaitu teori perkawinan silang di antara sapiens dengan ras manusia yang lain sehingga terjadi percampuran dan menghasilkan jenis manusia berbeda dan pada akhirnya terpisah karena seleksi alam. 

Lalu pertanyaannya adalah, mengapa ras manusia lain punah? Di sini Harari memberikan sebuah perspektif menarik. Dijelaskan bahwa ketika terjadi jalur evolusi dari berbagai jenis ras manusia, ras-ras manusia terpisah dan berjalan masing-masing. Kemungkinan terjadi sebuah proses genosida besar-besaran di mana sapiens membantai seluruh ras manusia lainnya. 

Bagi Harari, motif yang memungkinkan terjadinya pembantaian ini karena terjadi perebutan sumber makanan. Harari menyatakan bahwa toleransi bukanlah karakter khas dari sapiens. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan sekarang dimana perbedaan kecil seperti warna kulit, agama, atau suku sudah cukup untuk menjadi pemicu sekelompok sapiens mengenyahkan kelompok sapiens lainnya.  

Baca Juga: [Resensi Buku] Absurditas dalam Novel Sampar


Sapiens adalah ras manusia yang paling maju dari segi pemikiran dan sumber daya. Faktor inilah yang kemudian membuat sapiens dapat dengan mudah memusnahkan ras manusia yang lain ketika mereka mulai menyebar ke seluruh daratan di seluruh dunia. Evolusi dan seleksi alam memampukan sapiens memusnahkan ras-ras manusia lainnya dalam rangka merebut sumber makanan dan bertahan hidup.


Mutasi Pohon Pengetahuan

Kemampuan kognitif sapiens juga akhirnya membuat mereka mampu berpikir dengan cara yang belum ada sebelumnya. Termasuk penciptaan bahasa untuk mengkomunikasikan ide dan isi kepala mereka sebagai sebuah pintu masuk ke dunia yang lebih baru dan maju. 

Bahasa sapiens adalah bahasa yang sangat luwes menurut Harari, karena mampu menghubungkan sejumlah keterbatasan bunyi dan tanda sehingga menghasilkan kata dan kalimat dalam jumlah yang tak terbatas dan masing-masing memiliki makna berbeda. Hal ini yang membuat sapiens mulai bergerak naik mengungguli ras-ras manusia lainnya.

Bahasa sapiens adalah suatu yang unik karena selain dapat mengkomunikasikan hal-hal yang luar biasa kompleks, kompleksitas informasi yang dapat ditransfer melalui bahasa yang menyebabkan revolusi kognitif sapiens berkembang lebih cepat. Termasuk melalui munculnya gagasan tentang seni, agama dan adat istiadat serta ritual akibat berkembangnya cara berpikir manusia. Hal-hal tersebut tentu saja tidak bisa tersebar luas tanpa bahasa yang mumpuni. 

Selain itu, menurut Harari agama pun lahir karena bahasa. Kompleksitas bahasa dan informasi yang kemudian bisa hadir dan mengupgrade cara berpikir sapiens membuat mereka mudah melakukan proses pertukaran informasi dan membentuk keyakinan mereka. 

Sebagai contoh, bisa saja awalnya sapiens hanya menyatakan ada singa yang siap menerkam kelompok mereka. Namun, berkat perkembangan bahasa informasi yang disampaikan bisa lebih detail. Misalnya, singa itu ada di posisi mana, jam berapa dia biasanya berkeliaran di sekitar mereka dan detail-detail lainnya. Berkat kemampuan itu, akhirnya bisa membuat mereka tidak hanya berpikir untuk menghindar tetapi juga cara untuk mengantisipasi dan berlindung.


Baca Juga:[Resensi Buku] Søren Aabye Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri


Perkembangannya kemudian mengarah ke arah terbentuknya struktur kehidupan yang sederhana. Di era pra agrikultur, sebelum manusia melakukan kesalahan besar yaitu mendomestifikasi gandum, pola-pola kehidupan bersama dilakukan dengan skala kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari puluhan dan paling banyak ratusan orang.

Mereka hidup berpindah-pindah dan menjelajah untuk mencari kehidupan dengan cara yang oportunistik. Di era ini menurut Harari sapiens melakukan dua hal utama yaitu berburu dan mengumpulkan makanan. 

Sapiens hidup dalam kelompok-kelompok penjelajah dan mendomestifikasi tidak hanya makanan namun juga binatang. Anjing adalah contoh hewan yang pertama kali didomestifikasi oleh sapiens.

Pola kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan ini pula yang kemudian membuat interaksi sapiens dengan alam semakin intim. Muncul kesadaran untuk melestarikan alam yang lahir dari kesadarannya bahwa mereka bergantung pada alam agar alam tetap menyediakan makanan untuk mereka. 

Maka bagi Harari, sapiens kemudian menyusun norma-norma tentang yang mengatur interaksi antara sapiens dengan alam. Para ahli pun sepakat bahwa kepercayaan animisme adalah kepercayaan yang mulai berkembang di masyarakat penjelajah. 

Bersambung......

Sumber gambar: berdikaribook.red

Silence: Tuhan yang Diam atau Gereja yang Diam? [2]


                        Ket: Novel Silence karya Shusako Endo


Pengantar
Novel ini merupakan salah satu novel terlaris karya Shusako Endo. Banyak orang yang mengapresiasi novel silence, akan tetapi banyak juga yang menganggap karya Shusako Endo ini hanyalah untuk ketenaran semata. Novel silence telah membawa kita pada suatu sejarah yang mungkin selama ini dilupakan bahwa agama Katolik pernah hadir di negeri Matahari Terbit.
Novel ini menghadirkan secuil kisah dari perjuangan orang Katolik pada zaman itu. Orang-orang Katolik di Jepang mengalami nasib seperti jemaat Katolik ketika ditindas oleh kekaisaran Romawi. Penulis memberikan judul novelnya tentu saja memiliki maksud tertentu, sehingga saya pun tertarik mengulas novel ini dengan judul “Silence: Tuhan yang Diam atau Gereja yang Diam?” 

Kegagalan Misi Katolik di Jepang dari Sisi Sosiologis
Masalah utama yang diangkat dalam novel ini adalah konflik antara Timur dan Barat, secara khusus Kekatolikan. Memang ini bukan masalah baru. Sudah banyak penulis menyampaikannnya. Akan tetapi, Shusaku Endo adalah orang Katolik pertama yang mengemukakan hal ini dengan dahsyat dan menarik kesimpulan tegas bahwa Kristianitas harus beradaptasi secara radikal kalau ingin menumbuhkan akar di “rawa-rawa” lumpur Jepang.

Baca Juga: Silence: Tuhan yang Diam atau Gereja yang Diam? [1]

Pengakuan Ferreira imam yang murtad dalam novel ini menjadi salah satu bukti bahwa “satu hal yang aku tahu pasti adalah agama kita tidak bisa berakar di negeri ini. Negeri Jepang ini seperti rawa-rawa. Suatu hari nanti kau akan menyadarinya sendiri. 
Dan rawa-rawa ini lebih parah dari yang biasa kau bayangkan. Setiap kali kau menanam tunas muda di rawa-rawa ini, akar-akarnya mulai membusuk, daun-daunnya menguning dan layu. Dan kita telah menanam tunas muda Kristianitas di rawa-rawa ini”[1].
Pernyataan Ferreira ini bukan tanpa maksud. Jepang disebutnya rawa-rawa karena memang semua yang datang dari luar tidak pernah berkembang di Jepang. Karena semakin ke tengah, maka akan tenggelam dalam rawa-rawa.
Begitu pula dengan kekatolikan yang ditawarkan oleh para misionaris. Ketika mereka berada di wilayah terluar Jepang mereka tidak mengalami kesulitan untuk menyebarkan ajaran Kekatolikan. Akan tetapi, ketika memasuki pedalaman tantangan besar menghadang.
Penyatuan antara ajaran Shinto dan budaya Jepang begitu melekat. Dengan penyatuan agama dan budaya yang begitu melekat, dapat dipastikan agama atau budaya lain sulit untuk masuk ke dalam kehidupan mereka. Ajaran Shinto dan budaya bangsa Jepang telah menjadi identitas yang takkan pernah terpisahkan.
Masyarakat Jepang telah memiliki agamanya sendiri dan tidak benar jika kita memaksa mereka untuk mengikuti kita. Mereka telah menemukan apa yang mereka cari dalam ajaran Shinto.
Tuhan yang dipercaya orang-orang Jepang bukanlah Tuhan orang Katolik, tuhan-tuhan mereka sendiri. “Sekian lama kita tidak menyadari hal ini dan kita yakin sepenuhnya bahwa mereka telah menjadi orang-orang Katolik”[2].

Baca Juga: [Resensi Buku] Memahami Pemikiran Filsafat Politik dan Hukum Thomas Aquinas

Lebih lanjut Ferreira menegaskan “aku mengatakan ini bukan untuk membela diri atapun mencoba membuatmu yakin. Kurasa tak seorang pun akan percaya apa yang kukatakan ini. Aku melihat bahwa sedikit demi sedikit, hampir tidak kentara, akar-akar yang kita tanam telah membusuk[3]”. Menginjili Jepang, yang diyakini sebagai "rawa-rawa", benih kekatolikan tidak pernah bisa bertumbuh dan berakar jika tidak beradaptasi.
Sampai hari ini bangsa Jepang tidak mengenal konsep Tuhan. Mereka tidak percaya pada Tuhan orang Katolik. Bangsa Jepang tidak bisa sepenuhnya memisahkan konsep Tuhan dari manusia. Mereka tidak bisa membayangkan eksistensi sesuatu yang melampaui manusia.
Bangsa Jepang membayangkan manusia yang indah dan mulia dan inilah yang mereka sebut Tuhan. Sebutan Tuhan itu mereka berikan kepada sesuatu yang memiliki eksistensi yang sama dengan manusia. Tetapi, dia bukanlah Tuhannya Gereja.
Kematian Kristianitas bukan disebabkan oleh larangan atau penganiayaan. Ada sesuatu di negeri itu yang menghambat pertumbuhan Kristianitas. Kristianitas yang mereka percayai itu bagaikan kerangka kupu-kupu yang terjerat di jaring laba-laba: hanya bentuk luarnya mereka ambil. Darah dan dagingnya sudah lenyap. 
Kepercayaan orang Jepang sangat sederhana dan mendasar, namun meniupkan keyakinan yang telah ditanamkan di Jepang oleh Gereja Katolik, bukan oleh para pejabat itu, bukan juga oleh Buddhisme[4].
Shinto sebagai agama, budaya dan simbol yang takkan pernah bisa dipisahkan dari masyarakat Jepang. Penyatuan yang erat ini menjadi tidak dapat dipisahkan karena masyarakat Jepang menemukan Tuhan dan kebahagiaan dalam ajaran Shinto.
Jika mereka sudah menemukan Tuhan dan kebahagiaan dalam ajaran Shinto, Tuhan mana lagi yang dapat membuat mereka menemukan lebih dari itu? Pengalaman kegagalan ini kiranya menjadi pelajaran bagi agama Katolik dalam bermisi.

Kesulitan Agama Monoteistik
Dari penjelasan di atas, sangat nampak betapa agama Shinto berakar dalam kehidupan masyarakat Jepang. Agama Buddha yang ajaran dan tradisinya banyak diadopsi oleh agama Shinto setelah sekian abad tetap tidak bisa mengambil alih pengaruh agama Shinto. Apalagi jika dibandingkan dengan agama monoteistik yang ajaran dan tradisinya jauh berbeda.
Sejarah telah mencatat betapa sulitnya agama monoteistik tertentu untuk berkembang di Jepang. Penyatuan agama dan budaya yang telah mendarah daging menjadi salah satu kesulitan berkembangnya agama monoteis di sana.

Baca Juga: Memaknai Trinitas dalam Kehidupan Berpancasila

Meskipun sejak zaman St. Fransiskus Xaverius agama monoteis (Katolik Roma) sudah membaptis beberapa masyarakat Jepang tidak berarti agama Katolik akan eksis. Agama Katolik yang sejak saat itu berusaha untuk hadir di Jepang ternyata tidak mampu masuk lebih dalam untuk berlama-lama hadir di sana.
Perbedaan cara berpikir dan konsep Tuhan dapat menjadi penyebab sulitnya agama Katolik atau agama monoteis berkembang di sana. Agama Shinto adalah simbol negeri Jepang.         
Konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto sangat sederhana yaitu semua benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak pada hakikatnya memiliki roh atau kekuatan, jadi wajib dihormati. Sejak awal sebenarnya secara alamiah orang Jepang sudah menyadari bahwa mereka bukanlah mahluk kuat. 
Di luar mereka ada kekuatan lain yang lebih superior yang langsung ataupun tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Pengakuan, kekaguman, ketakutan dan juga kerinduan pada Spirit atau "Kekuatan Besar" yang disebut dengan nama Kami.

Arti Silence
Menurut saya, arti silence berdasarkan novel ini adalah Tuhan tidak memberikan jalan keluar ketika umatnya mengalami kesulitan. Tuhan seakan-akan tidak memberikan apa yang dibutuhkan oleh umat-Nya. Tuhan tidak terlihat dan sepertinya hanya diam ketika Padre Rodrigues menghadapi ujian hidup yang paling berat. 
Satu-satu orang beriman itu ditangkap, tidak untuk dibunuh. Mereka selalu punya pilihan; memilih hidup dengan syarat meninggalkan iman atau bersiap mati jika kukuh mempertahankannya.
Surat Padre Rodrigues menampilkan kenyataan bahwa semua yang beriman memilih mati demi mempertahankan keyakinan akan Kristus. Mungkin juga hal itu diperteguh oleh keyakinan bahwa kematian akan membawa mereka ke Surga, dan membebaskan mereka dari semua bentuk penindasan dan penderitaan di dunia.
“…Kalau kami masuk surga, kami akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan abadi. Di Surga tidak perlu bayar pajak setiap tahun, tidak perlu takut kelaparan dan sakit. Tidak bakal ada kerja keras di sana. Di dunia ini kami selalu saja kena masalah” kata seorang perempuan Katolik bernama Monica[5].
Agama telah menjadi candu untuk masyarakat Jepang pada zaman itu. Mereka terpesona dengan janji-janji tentang Surga yang tidak akan mengalami penderitaan atau membayar pajak terhadap Kaisar.
Arti lain dari silence menurut saya adalah para misionaris merasa ditinggalkan. Ketika mereka dalam kesulitan dan harus mengambil keputusan yang sulit, Tuhan justru ‘tidak ada’. Baik Ferreira maupun Rodrigues dibiarkan berjuang sendirian. 
“Hentikan! Hentikan! Tuhan, sekaranglah Kau harus menghentikan keheningan-Mu. Kau tidak boleh tetap bungkam. Buktikan Kau adil, mahabaik, penuh kasih. Kau harus membuka suara, untuk menunjukkan pada dunia bahwa Kau mahakuasa.”[6]
Mengapa Tuhan terus berdiam diri sementara hamba-Nya harus menghadapi pilihan yang menentukan kehidupan banyak orang. Apakah Tuhan hanya mengejek Rodrigues dan misionaris lainnya? Tidak ada yang tahu selain Tuhan sendiri.
Orang Katolik Jepang merasa mereka menderita tanpa “ada keterlibatan Allah” yang kelihatan. Mereka dibiarkan menanggung sendirian penderitaan itu. Penderitaan yang mungkin saja tidak mereka alami seandainya mereka bukan Katolik. 
Saya juga melihat arti silence sebagai operasi hening orang Katolik. Orang Katolik dalam menyebarkan ajaran agama Katolik di sana dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Pengalaman mereka seperti orang Katolik pada masa pengejaran di wilayah kekaisaran Roma.

Baca Juga: Kotak Pandora di Balik Kehancuran Jepang di Tangan Sekutu

Mereka adalah warga negara ‘bawah tanah’ dalam menyebarkan ajaran agamanya. Keheningan dalam menyebarkan ajaran agama Katolik karena takut diketahui oleh pemerintah Jepang yang sangat memusuhi agama Katolik saat itu.
Umat Katolik Jepang dengan penuh kehati-hatian dalam menyebarkan agama Katolik. “Iman Anda memberi saya kekuatan, Mokichi[7],” katanya kepada seorang Katolik yang siap dibawa menuju tempat penyiksaan. Tapi, berapa lama mereka sanggup bertahan dalam tempat yang tersembunyi, sedang otoritas senantiasa mengincar dan mencari orang Katolik hingga ke tempat tersembunyi sekalipun.
Selain itu arti silence bagi saya adalah agama Katolik tidak mendapat respon pemerintah. Meskipun agama Katolik telah lama hadir di Jepang mereka tidak pernah mendapat tanggapan dari pemerintah. Orang-orang Katolik Jepang adalah korban perselisihan politik antara Jepang versus Spanyol.
Meskipun jumlah orang Katolik Jepang sempat mencapai 400.000 orang, tetapi itu hanyalah tampak luar. “Ibarat kupu-kupu yang terjerat di jaring laba-laba. Mulanya kau yakin dia kupu-kupu—sayapnya, badannya. Realitasnya yang sejati sudah hilang dan menjadi sekadar kerangka. Di Jepang, Tuhan kita persis seperti kupu-kupu yang terjerat jaring laba-laba itu. Hanya bentuk luar Tuhan yang tersisa, tetapi sudah menjadi kerangka.”[8]

Daftar Pusataka
https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_the_Catholic_Church_in_Japan. Diunduh Selasa 05 September 2017, pkl 08.13 WIB.
Endo, Shusaku. Silence. Penter. Tanti Lesmana. Jakarta: Kompas, 2009.




[1] Shusaku Endo, Silence, 234.
[2] Shusaku Endo, Silence, 235.
[3] Shusaku Endo, Silence, 235.
[4] Shusaku Endo, Silence, 238-242.
[5] Shusaku Endo, Silence, 183.
[6] Shusaku Endo, Silence, 164.
[7] Seorang Katolik yang menjadi Katekis ketika Rodriques tiba di Jepang.
[8] Shusaku Endo, Silence, 237

Menakar Kesiapan Pendidikan di Era New Normal


                       Ket gambar: Mendikbud Nadiem Anwar Makarim

Pada Senin 15 Juni 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengadakan webinar panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pandemi covid-19. 
Webinar ini secara garis besar Mendikbud membahas satuan pendidikan di zona kuning, orange dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka dan kriteria pembelajaran di wilayah zona hijau.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Komisi X DPR RI mengumumkan rencana penyusunan Keputusan Bersama Empat Kementerian tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) secara virtual.
Panduan yang disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antarkementerian ini bertujuan mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.

Baca juga: STEAM Sebagai Dasar Pendidikan Masa Depan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, “Prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.” 
Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020. Namun demikian, “Untuk daerah yang berada di zona kuning, orange, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tetap melanjutkan belajar dari rumah.”
Nadiem menegaskan, proses pengambilan keputusan dimulainya pembelajaran tatap muka bagi satuan pendidikan di kabupaten atau kota dalam zona hijau dilakukan secara sangat ketat dengan persyaratan berlapis. 
Keberadaan satuan pendidikan di zona hijau menjadi syarat pertama dan utama yang wajib dipenuhi bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pembelajaran tatap muka.
Persyaratan kedua adalah jika pemerintah daerah atau Kantor Wilayah atau Kantor Kementerian Agama memberi izin. Ketiga, jika satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka. Keempat, jika orang tua/wali murid menyetujui putra/putrinya melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. “Jika salah satu dari empat syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik dapat melanjutkan kegiatan belajar dari rumah secara penuh.
Nadiem juga mengajak semua pihak termasuk seluruh kepala daerah, kepala satuan pendidikan, orang tua, guru, dan masyarakat bergotong-royong mempersiapkan pembelajaran di tahun ajaran dan tahun akademik baru. Nadiem pun menegaskan bahwa dengan semangat gotong-royong di semua lini, saya yakin kita pasti mampu melewati semua tantangan ini.

Panduan Pembelajaran Tatap Muka pada Zona Hijau
Di luar pelarangan yang berlaku di zona kuning, orange, dan merah, tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kemampuan peserta didik dalam menerapkan protokol kesehatan. 
Dengan demikian, urutan pertama yang diperbolehkan pembelajaran tatap muka adalah pendidikan tingkat atas dan sederajat, tahap kedua pendidikan tingkat menengah dan sederajat, lalu tahap ketiga tingkat dasar dan sederajat. Itupun harus dilakukan sesuai dengan tahapan waktu yang telah ditentukan.

Baca Juga: Beberapa Catatan Penting Dunia Pendidikan Indonesia Tahun 2020

Namun, bila terjadi penambahan kasus atau level risiko daerah naik, satuan pendidikan wajib ditutup kembali dan prosesnya akan diulang lagi dari awal.
Rincian tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau adalah:
• Tahap I: SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, Paket B
• Tahap II dilaksanakan dua bulan setelah tahap I: SD, MI, Paket A dan SLB
• Tahap III dilaksanakan dua bulan setelah tahap II: PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) dan non formal.
Adapun sekolah dan madrasah berasrama pada zona hijau harus melaksanakan belajar dari rumah serta dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi (dua bulan pertama). Pembukaan asrama dan pembelajaran tatap muka dilakukan secara bertahap pada masa kebiasaan baru dengan mengikuti ketentuan pengisian kapasitas asrama.
Selanjutnya untuk satuan pendidikan di zona hijau, kepala satuan pendidikan wajib melakukan pengisian daftar periksa kesiapan sesuai protokol kesehatan Kementerian Kesehatan. Kemendikbud akan menerbitkan berbagai materi panduan seperti program khusus di TVRI, infografik, poster, buku saku, dan materi lain mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan pada fase pembelajaran tatap muka di zona hijau.

Luput Dari Perhatian
Setelah saya mengikuti webinar ini satu pertanyaan kecil saya adalah bagaimana dengan siswa yang secara ekonomi kurang mampu atau daerahnya susah sinyal. Corona Virus telah secara gamblang menampilkan kepada khalayak dunia kesenjangan antara pelajar yang kurang beruntung dan yang lebih beruntung secara ekonomi. Corona Virus menyingkap kesenjangan ekonomi para peserta didik.
Ketersediaan perangkat keras adalah tantangan pertama untuk membuat pembelajaran online dapat diakses dan efektif untuk semua orang. Jika keluarga tidak dapat memberi gadget, setiap siswa tidak akan dapat berpartisipasi atau mendapatkan hasil maksimal dari pelajaran mereka. Demikian juga dengan masalah koneksi internet yang tidak memadai atau bahkan tidak ada sama sekali.
Kasus seperti ini sangat familiar di negara kita. Tol langit nampaknya belum bisa dinikmati semua anak bangsa. Hanya anak-anak dari kalangan ekonomi menengah ke atas dan terjangkau oleh tol langit yang dapat menikmati pembelajaran online. 
Dengan memenuhi kebutuhan semua peserta didik, pembelajaran digital tidak akan memperlebar kesenjangan kualitas pendidikan, tetapi semoga menjembataninya. Memang tidak mudah, tetapi akan lebih baik dan memberi banyak manfaat.

Baca Juga: [Resensi Buku] Pingin Kuliah? Makanya Kaya

Akan tetapi, dalam webinar Senin (15/06) Mendikbud tidak menjelaskan masalah ini. Cukup disayangkan memang. Apalagi ketika mendengar keluhan dari beberapa teman guru dan siswa di daerah yang belum terjangkau tol langit membuat mereka tidak banyak beraktifitas yang benar-benar bermanfaat untuk siswa. 
Ketika segala sarana dan prasarana terbatas mereka tidak dapat berbuat banyak. Oleh karena itu, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar guru-guru semakin kreatif di tengah pandemi seperti ini? Mungkin melatih para tenaga pengajar agar kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran hingga mencari solusi agar orang tua tidak kewalahan ketika di rumah.
Pengalaman tiga bulan belajar dari rumah seharusnya sudah ada evaluasi di kalangan pemerintahan dan solusi untuk guru-guru atau siswa di daerah tertinggal. 
Di tengah kekurangan fasilitas yang dimiliki baik sekolah maupun siswa sudah seharusnya solusi itu telah dipikirkan dan disampaikan ke para guru. Agar di tahun ajaran yang baru setidaknya masalah-masalah yang dihadapi selama 3 bulan terakhir dapat diminimalisir. Atau sekurang-kurangnya pemerintah telah menyiapkan solusi jangka pendek agar pembelajaran di daerah susah sinyal menjadi lebih efektif.

Sumber gambar: radarcirebon.com