Indra Charismiadji,
Nadiem Makarim,
pendidikan
Beberapa Catatan Penting Dunia Pendidikan Indonesia Tahun 2020
Tahun baru 2020 diharapkan memberi semangat baru untuk perbaikan
pendidikan di Indonesia. Akhir tahun 2019 tercatat berbagai harapan diarahkan
kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah
kepemimpinan "Mas Menteri" Nadiem Makarim, seperti program
"Merdeka Belajar" dan rencana membuat Cetak Biru Pendidikan
Indonesia. Terkait hal itu, dalam diskusi singkat di kantor ditemani segalas
kopi hitam Bersama dengan pemerhati dan praktisi pendidikan Indra Charismiadji,
dia memberikan beberapa catatan penting terhadap arah pembangunan pendidikan
Indonesia di tahun 2020. Ada pun poin-poin itu sebagai berikut:
1. Kondisi pendidikan Indonesia
Melihat hasil beberapa kajian ilmiah baik dari luar negeri seperti PISA,
World’s Most Literate Nations, TIMMS, PIRLS, Universitas 21, dan lain
sebagainya, juga hasil dalam negeri seperti Ujian Nasional dan lain-lain
menunjukkan selama hampir 20 tahun kondisi pendidikan Indonesia stagnan berada
di posisi salah satu terbawah di dunia. Bahkan untuk urusan paling fundamental
dalam pendidikan yaitu membaca.
Suatu kondisi menyedihkan dan memalukan mengingat anggaran besar yang
telah dikeluarkan untuk mencerdaskan bangsa ini baik dalam bentuk APBN, APBD,
bantuan luar negeri, maupun dana masyarakat. Kita harus bahu membahu
memperbaikinya. Bukan mencari siapa yang salah, melainkan dari titik mana kita
bergerak memperbaiki. Dengan demikian, langkah perbaikan akan berjalan tanpa
beban karena tidak menutup-nutupi kondisi sebenarnya.
2. Membuat cetak biru pendidikan Indonesia
Setelah bertahun-tahun diusulkan perlunya sebuah cetak biru/blueprint/grand
design pendidikan Indonesia, akhirnya Mas Menteri Nadiem Makarim menyatakan
akan membuatnya dalam waktu 6 bulan ke depan. Suatu langkah patut diapresiasi
karena ini adalah sebuah tonggak bersejarah bagi Indonesia dengan memiliki
cetak biru pendidikan untuk pertama kalinya.
Blueprint ini oleh para pemerhati pendidikan disarankan agar
masuk sebagai bagian dari Revisi UU Sisdiknas yang kebetulan sudah masuk
prolegnas. Tujuannya, agar tidak hanya berhenti di Peraturan Pemerintah atau
bahkan Peraturan Menteri. Selain itu, dalam menyusun cetak biru ini, hendaknya
Kemdikbud membentuk tim yang juga melibatkan pihak luar Kemdikbud dan pemerintah
daerah agar memiliki sudut pandang lain.
Cetak biru pendidikan ini harus menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0
yang sangat berbeda dengan era sebelumnya yang bernuansa manufaktur atau pabrik.
Di era sekarang yang dibutuhkan dunia adalah inovator-inovator dan
kreator-kreator baru atau Nadiem-Nadiem baru.
Baca Juga: Kualitas Kepala Sekolah dan Guru Menentukan Kualitas Pendidikan
Baca Juga: Kualitas Kepala Sekolah dan Guru Menentukan Kualitas Pendidikan
Kenapa dibutuhkan cetak biru pendidikan? Karena akan membantu semua
pihak dalam menyusun program kerja sehingga tidak tumpang tindih atau bahkan
bertolak belakang. Contoh: Kemdikbud mengeluarkan kebijakan zonasi dengan dalih
agar tidak ada kastanisasi dalam pelayanan publik. Tetapi, nyatanya selama ini
justru Kemdikbud yang membuat adanya kasta sekolah menggunakan istilah sekolah
rujukan atau sekolah teladan.
Sebenarnya (ini) dibuat dalam kapasitas serapan anggaran yang tidak akan
cukup untuk seluruh sekolah di Indonesia. Karena itu dibuatlah kasta tersebut
agar sekolah dengan kasta tertentu berhak mendapatkan bantuan yang berasal dari
DIPA Kemdikbud. Cetak biru ini akan menunjukkan sebenarnya total anggaran yang
dibutuhkan untuk operasional dan perbaikan sekolah-sekolah se-Indonesia. Cetak
biru ini harus dimulai dari kondisi nyata saat ini (poin nomor 1) dengan target
tahun 2045 Indonesia menjadi kekuatan ekonomi nomor 5 dunia.
3. Tata kelola dan kualitas guru
Dari berbagai permasalahan muncul dalam tata kelola pendidikan
Indonesia, mutu guru adalah salah satu yang paling krusial apalagi jika mengacu
pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang telah dilakukan Kemdikbud. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan adalah:
a. Dilakukan seleksi ulang, siapa-siapa saja yang layak berprofesi
sebagai pendidik (tidak semua orang memiliki minat dan bakat sebagai pendidik).
Karena jika dipaksakan hasilnya tidak maksimal dan berakibat buruk bagi
generasi penerus bangsa.
b. Bagi para pendidik yang layak diberikan pelatihan dengan konsep dan
strategi matang.
c. Guru harus memiliki Izin Praktik Mengajar dan diperbaharui secara
berkala. Sebaiknya lisensi ini tidak dikeluarkan pemerintah semata melainkan
melalui organisasi profesi guru atau sinergi keduanya
d. “Pabrik guru” alias LPTK yang harus ditransformasikan agar mampu
mendidik calon guru yang sesuai dengan tantangan Revolusi Industri 4.0.
Baca Juga: Sudah Saatnya Ujian Nasional Dihapus
Baca Juga: Sudah Saatnya Ujian Nasional Dihapus
4. Keterbukaan akses pendidikan dan sinergi lembaga swasta
Sudah menjadi rahasia umum jika pendidikan di negeri ini tidak adil. Terdapat
banyak kesenjangan dalam pendidikan kita. Jika demikian, apa saja yang bisa
dilakukan:
a. Perketat Zonasi dengan tidak boleh ada penolakan bagi anak-anak dari
keluarga pra sejahtera dan berikan edukasi pada masyarakat bahwa pelayanan
publik termasuk sekolah tidak boleh ada kastanisasi.
b. Karena kondisi keuangan negara belum cukup kuat memberikan pelayanan
100 persen, maka perlu dipertimbangkan kerja sama dengan pihak swasta daripada
terus menerus membangun sekolah baru yang biaya pembangunan dan operasionalnya
tinggi. Lebih baik bekerja sama dengan sekolah swasta yang sudah melayani
daerah tersebut selama bertahun-tahun dari pada membangun sekolah baru.
Model kolaborasi ini sangat populer di berbagi belahan dunia dengan
istilah Charter School. Intinya sekolahnya tanpa biaya bagi masyarakat,
biaya 100 persen ditanggung pemerintah, namun pengelolanya adalah pihak swasta.
Mutu pendidikan benar-benar dikawal ketat dan biayanya jauh lebih efektif dan
efisien dibandingkan dengan membuka sekolah negeri baru yang butuh guru ASN,
sarana dan prasarana baru, serta biaya operasional yang tinggi.
5. Mengurangi pengaruh politik dan peningkatan profesionalitas layanan
Salah satu problematika pendidikan Indonesia yang diotonomikan adalah
tekanan politik dari kepala daerah misalnya pergantian kepala sekolah/pejabat
dinas pendidikan yang dilakukan atas dorongan politik.
Pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan sering kali merupakan
bagian dari timses kepala daerah, atau pun penempatan personil yang tidak
memiliki kapasitas serta kapabilitas dalam mengelola pendidikan. Untuk itu
dapat menjadi sebuah alternatif jika pelayanan pendidikan bukan ditempatkan di bawah
birokrasi pemerintah daerah melainkan berdiri sendiri seperti di Eropa, Amerika
Serikat, maupun Australia.
Secara finansial mereka di bawah pemerintah negara bagian/provinsi
tetapi pelakunya bukan ASN tetapi profesional dunia pendidikan yang disebut
sebagai School Board/Dewan Sekolah yang ada masa jabatannya. Dewan
Sekolah ini bisa dipilih oleh masyarakat atau ditunjuk pemerintah pusat dan
atau daerah. Selain itu, mereka adalah para profesional di bidang pendidikan.
Baca Juga: Bekerja Menggunakan Gadget
Baca Juga: Bekerja Menggunakan Gadget
6. Kurikulum sesuai kebutuhan zaman
Di era Industri 4.0 ini kebutuhan akan para inovator dan kreator menempati
urutan utama. Untuk itu kurikulum harus disesuaikan menjadi seperti berikut:
Penguatan kemampuan calistung sebagai fondasi pembelajaran Pendidikan berbasis
STEAM (Science, Technology, Engineering, Art Mathematic). Selain itu, pemanfaat
teknologi secara optimal dalam pembelajaran Kompetensi inti; penalaran tingkat
tinggi, serta kemampuan 4K (Komunikasi, Kolaborasi, Kritis dan Kreatif).
April 17, 2020
No comments:
Post a Comment