Menu

Memahami Tri Sentra Pendidikan dan Kegalauan Orang Tua

                                      (Ket: Ki Hajar Dewantara)

Pandemi covid-19 mengharuskan sektor pendidikan menyelenggarakan pembelajaran dalam jaringan (daring), telah memunculkan berbagai keluhan dan keresahan orang tua murid. Keluhan-keluhan itu antara lain, tugas siswa yang terlalu banyak, pembelajaran kurang maksimal, orang tua kewalahan mendampingi sang buah hati, dan masih banyak keluhan lainnya.
Sekian lama orang tua melihat sekolah sebagai lembaga outsourcing untuk belajar sehingga segala beban belajar anak diberikan kepada pihak sekolah. Orang tua seolah "lepas tangan" dan memberikan sepenuhnya kepada pihak sekolah tugas yang berkaitan dengan "isi kepala" anak mereka.  Para orang tua lupa bahwa keluarga merupakan tempat pertama dan terutama bagi anak-anak. Merekalah pendamping atau guru pertama dan utama bagi anak-anak.
Pertama kali seseorang belajar berbicara, berjalan, tata krama, dan lainnya adalah di rumah bukan di gedung sekolah. Dengan demikian, keresahan yang timbul pada anak-anak selama belajar dari rumah seharusnya tidak terjadi.

Baca Juga: STEAM Sebagai Dasar Pendidikan di Masa New Normal

Sejatinya pembelajaran dari rumah yang ramai terjadi sekarang ini memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengenal anaknya lebih baik dan meningkatkan kualitas hubungan dengan anak. Lebih dari pada itu, bagi saya sekarang menjadi momen untuk mengenalkan kembali pemikiran bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Buah pemikirannya turut mempengaruhi pendidikan Indonesia.
Dia telah meletakkan pondasi pendidikan Indonesia. Di atas pondasi inilah seharusnya pendidikan kita dibentuk dan diarahkan meskipun dalam praktiknya terkadang melenceng. Salah satu pemikirannya yang menjadi pondasi pendidikan kita adalah Tri Sentra Pendidikan.
Tri Sentra Pendidikan (Tiga Pusat Pendidikan) merupakan tanggung jawab terhadap pendidikan anak yang berlangsung di tiga lingkungan, yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah. Ketiganya berperan penting dalam proses pendidikan anak dan ketiganya saling mengisi serta memperkuat satu sama lain. Melalui pendidikan daring, kita pun disadarkan bahwa tanggung jawab mendidik anak sebenarnya tidak hanya menjadi tugas pihak sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. 

Keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terdiri dari suami, istri dan anak -- ayah dan anak -- atau ibu dan anak (lih. UU No. 52 thn 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Keluarga merupakan lingkungan pertama dalam perkembangan individu karena dalam keluargalah anak tumbuh dan berkembang.
Dalam dunia pendidikan, pembelajaran dalam keluarga disebut sebagai pendidikan informal. Pembelajaran itu dilakukan setiap hari pada saat terjadi interaksi antara anak dengan anggota keluarga lainnya. Pada momen ini peran orang tua sebagai panutan bagi anak-anaknya sangat vital.

Baca Juga: Melakukan Revolusi Pendidikan

Orang tua berperan penting dalam membentuk dan mengembangkan karakter serta kepribadian anak. Semakin baik kualitas keluarga, maka kemungkinan semakin besar pula kualitas kepribadian dan karakter anak. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama bagi anak untuk belajar. Karena itu, apa yang dipelajarinya di dalam keluarga akan berdampak pada kehidupan sosialnya baik di masyarakat maupun di sekolah.

Sekolah
Sekolah merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara formal atau disebut sebagai pendidikan formal. Tiga elemen penting di sekolah antara lain para guru, sarana dan prasarana, dan terutama siswa siswi.
Di sekolah, peran guru dalam memfasilitasi peserta didik dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah guru tidak lagi memberikan informasi satu arah seperti ketika ceramah. Guru saat itu menjadi fasilitator, motivator sekaligus tutor. Materi pelajaran yang disampaikan pun tidak hanya berasal dari guru. Guru dapat melibatkan siswa untuk aktif mencari informasi entah itu di perpustakaan, internet, maupun penelitian laboratorium. Dengan demikian, materi ajar pun lebih bervariasi dan pembelajaran menjadi lebih hidup.
Selain materi ajar yang bervariasi, guru dapat melakukan kolaborasi di antara mereka sehingga memperkaya materi dan metode ajar kepada siswa. Diharapkan dengan adanya kolaborasi dengan sesama guru, para siswa pun diajak untuk berkolaborasi ketika menyelesaikan tugas sekolah.
Tujuan dilakukannya kolaborasi agar peserta didik dapat mempelajari hubungan antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya. Karena pada kenyataannya yang dialami di dunia nyata banyak bidang studi yang tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait.
Oleh karena itu, sekolah pun perlu melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta didiknya berdasarkan tuntutan zaman siswa di masa depan. Jadi, sejak di bangku sekolah mereka diajarkan untuk mempelajari sesuatu secara holistik dan kerja dalam tim.
Di masa pandemi sekarang, peran guru dalam kelas maya sebagai fasilitator, kolaborator, mentor, pengarah, dan teman belajar siswa. Selain itu, metode pengajaran pun tidak bisa statis seperti pembelajaran tatap muka karena hanya akan meningkatkan stress orang tua dan anak. Guru tidak hanya berkolaborasi dengan sesama guru, tetapi juga dengan orang tua. Sebab, selama pandemi dan belajar dari rumah orang tualah yang mendampingi anak belajar.

Masyarakat
Secara sederhana, masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang saling berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Anak dalam pergaulannya di masyarakat tentu banyak berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan orang lain. Interaksi secara langsung anak bermain dengan temannya, sedangkan secara tidak langsung anak melihat kejadian yang terjadi di masyarakat.


Baca Juga: Menakar Kesiapan Pendidikan di Era New Normal

Lingkungan masyarakat adalah laboratorium anak untuk belajar lebih luas lagi. Berbagai macam hal yang dipelajari anak di dalam keluarga dan sekolah mendapat kesempatan untuk mempraktiknya dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian, komitmen masyarakat untuk mendukung anak-anak belajar sangatlah berpengaruh dan menentukan perkembangan kualitas kemanusiaan seseorang.
Salah satu contoh positif di mana lingkungan masyarakat turut mendukung pendidikan anak adalah apa yang dilakukan sekelompok masyarakat di Jogja pada beberapa tahun silam. Mereka bersepakat semua TV di desa itu tidak dinyalakan pada jam belajar anak-anak pada malam hari, mulai pkl 10.00-20.00 WIB. Anak-anak fokus belajar tanpa gangguan apa pun. Bahkan, di rumah yang punya TV dan tidak ada anak yang sedang duduk di bangku sekolah pun ikut menjalankan program tersebut.

Akhirulkalam
Untuk mendidik anak bukan hanya menjadi tugas sekolah atau guru semata, melainkan menjadi tugas keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan komunitas pertama bagi anak untuk belajar. Demikian halnya dengan masyarakat yang merupakan ruang bagi anak untuk mempraktikkan apa yang mereka dapat dalam keluarga dan sekolah. Pengalaman-pengalaman itu sekaligus mencerap apa yang ia dapat di lingkungan masyarakat dan dibawanya serta dalam kehidupan di keluarga dan sekolah.
Keresahan orang tua dalam mendampingi anak belajar selama pembelajaran daring menyadarkan semua pihak bahwa tugas mendidik anak tidak bisa dibebankan kepada guru saja. Keluarga dan masyarakat turut berpengaruh dalam pendidikan anak. Ketiganya saling terkait dan membutuhkan untuk mendidik anak secara holistik dan mendukung berkembangnya pendidikan bagi generasi muda.

Sumber gambar: akupaham.com




No comments:

Post a Comment