Menu

Ola Nue Tradisi Berburu Paus Masyarakat Lamalera



Back to Nature adalah semboyan yang sering kita dengar.  Back to nature mengajak kita untuk kembali ke asal usul. Kembali ke tradisi yang mungkin mulai telah ditinggalkan. Dan semboyan ini mengajak kita untuk berbalik dan mengenal budaya atau tradisi kita masing-masing. Indonesia terlalu kaya akan budaya. Sangat disayangkan jika kita tidak mengenal budaya kita sendiri dan pada akhirnya gagap untuk menjelaskan budaya kita kepada orang lain.
Beberapa hari yang lalu beberapa teman melakukan perjalanan ke salah satu pulau di NTT. Pulau yang menyimpan sejuta pesona dan tradisi. Perjalanan yang melelahkan setelah melintasi lautan Sawu, jalanan yang cukup jelak dan savana yang indah akhirnya tiba juga di tempat tujuan.
Lamalera begitu mereka menyebutnya. Perkampungan pemburu di selatan Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, itu dikenal karena aksi warga berburu ikan paus secara tradisional. Bagi pria Lamalera berburu ikan paus tak ubahnya bertemu leluhur yang turun ke laut.
Kampung Lamalera terbagi atas dua yaitu kampung Bawah (dekat laut) dan kampung Atas (pegunungan). Setiap suku yang ada di sana masing-masing memiliki rumah adat, rumah perahu (na jeng) dan tali penangkap paus (tali leo).


Di bibir pantai berdiri sekitar 30 rumah perahu semi permanen beratap anyaman lontar dan disangga tiang kayu seadanya. Tanpa dinding, rumah perahu yang juga disebut naje menjadi tempat melakukan berbagai aktivitas. Di situ, warga menganyam berbagai kerajinan dari daun lontar, membuat tali-temali untuk alat tangkap, dan membuat sampan yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan kecil.
Di situlah pria Lamalera menghabiskan waktunya sehari-hari untuk mempersiapan lefa atau berburu paus entah mempersiapkan peledang (perahu) ataupun layar. 
Setiap tahun selalu ada ritual adat untuk melaut yaitu berburu paus atau dikenal dengan sebutan lefa. Tradisi melaut menjadi unik karena rentetan upacara yang harus dijalankan. Misalnya malam sebelum melaut akan ada sharing pengalaman dari tua-tua yang berpengalaman, kemudian dilanjutkan dengan upacara liturgi Katolik. 

 Ola Nue: Kekhasan Masyarakat Lamalera
Dari informasi yang diperoleh saat asyik berbincang tentang ritual penangkapan ikan paus masyarakat Lamalera diketahui bahwa ternyata periode penangkapannya hanya bulan Mei hingga Oktober. Jadi tidak setiap saat ikan paus boleh diburu.
Ada aturan tak tertulis bahwa setelah upacara dimulai hingga kembalinya para nelayan setelah berburu ikan paus tidak boleh ada pertengkaran antara suami-istri. Selain itu, tidak boleh bertengkar dengan tetangga atau dengan anak dan juga mereka harus menjaga tutur kata.
Ola nue dalam bahasa setempat diartikan sebagai kerja mencari ikan di laut. Ola Nue adalah tradisi penangkapan ikan paus yang sudah dilakukan sejak turun temurun oleh nenek moyang masyarakat Lefo Lamalera. Tradisi telah menyatu dengan nilai-nilai keagamaan sejak masuknya agama Katolik di Lembata pada tahun 1886.
Penangkapan ikan paus pun tidak dilakukan secara sembarangan. Ada aturan dan patokan waktunya. Penangkapan itu biasanya dilakukan sejak 1 Mei hingga 31 Oktober.
Sebelum melaut, pada 27–29 April, mereka melakukan upacara adat. Selanjutnya pada 30 April sore, masyarakat melakukan misa untuk memohon keselamatan bagi arwah semua orang yang meninggal di laut. Barulah tanggal 1 Mei diadakan misa memohon keselamatan bagi yang akan melaut. Nelayan Lamalera beramai-ramai melaut dan melakukan perburuan sejak tanggal 2 Mei.
Uniknya mereka hanya boleh berburu mulai hari Senin hingga Jumat karena Sabtu dan Minggu waktu untuk istirahat dan beribadah. Ikan yang ditangkap juga hanya sesuai yang dibutuhkan. Jika ikannya berontak, maka akan dilepaskan kembali. Selain itu, jenis paus yang ditangkap pun hanya paus sperma dan sedang tidak hamil.
Jika mereka tanpa sengaja menangkap ikan paus yang hamil maka di perburuan tahun berikutnya akan diadakan upacara permohonan maaf atas ketidaksengajaan itu. Tujuannya agar laut sebagai ibu masyarakat Lamalera tetap memberikan rejeki.
Para leluhur menetapkan, bahwa kotekelema dan ikan-ikan besar ditangkap untuk pau lefo (memberi makan seluruh kampung). Secara khusus disebutkan kaum kide-knuke (yatim piatu/fakir miskin) dan para janda. Dagingnya dibagikan kepada semua orang karena diyakini itu sebagai rejeki yang diberikan oleh alam semesta.


Etika ini tercermin pada pola pembagian tradisional yang memungkinkan sebanyak-banyaknya orang di kampung memperoleh bagiannya. Pada kotekelema, misalnya, selain para awak peledang, pemilik perahu, pembuat perahu, pemilik layar, juga tuan tanah (suku Langowudjo dan Tufaone).
Selanjutnya mereka yang mendapat bagian wajib memberikan juga kepada orang lain lewat bfene (pemberian kepada keluarga dekat atau orang-orang khusus), lamma (barter antara keluarga Lamalera), atau secara tak langsung lewat tukar-menukar ikan dengan rokok, tuak, dll. Konsep Ile Gole terwujud lewat barter antar-kampung.

Berburu Paus Sebagai Pertaruhan Hidup dan Mati
Saat tanggal 02 Mei ketika sang surya mengintip dari ufuk timur lamfa dan para lelaki yang akan melaut sudah bersiap di peledang masing-masing.
Peledang lalu didorong perlahan di atas balok-balok kayu yang sudah disusun. Para awak sigap meraih dayung, sambil berucap 'hilibe, hilibe, hilibe', keras kompak dan menghentak. Proses perburuan ikan paus pun dimulai.
Saat itulah awal perjuangan hidup dan mati mereka. Di tengah laut mereka akan berusaha untuk menaklukan si raksasa laut demi menghidupi masyarakat kampung. Jika berhasil menangkap seekor paus maka tugas itu telah usai.
Dengan bangga mereka akan kembali ke darat dan ditandai dengan bendera putih. Akan tetapi, jika terjadi musibah maka mereka akan pulang diiringi bendera hitam di ujung peledang.

Jika sukses dan berhasil membawa paus untuk seluruh warga kampung maka selama perjalanan menuju darat mereka akan menyanyikan lagu-lagu adat.
Di antara deburan ombak, lapat-lapat terdengar senandung pulang sang lamafa. 'Sora taran bala tala lefo rai tai/Tuba bera rai nai ribu lefo gole/Kide ina-fai tuba bera rai nai', yang berarti Kerbau yang bertanduk gading/Mari kita beranjak menuju kampung nun di sana/Seluruh masyarakat merindukan kehadiranmu/Ayo, segeralah kita ke sana.
Lantunan itu mengiringi helaan seekor ikan paus berukuran 15 meter. Ia akan memberi makan tidak hanya warga Lamalera, tetapi juga warga Lembata.

No comments:

Post a Comment