Menu

Belajar pada Tradisi Ola Nue, Local Wisdom Orang Lamalera



Lamalera adalah sebuah desa nelayan penangkap ikan paus yang masih tetap mempertahankan tradisinya di tengah gempuran arus perubahan zaman. Kampung Lamalera terbagi atas dua yaitu kampung Bawah (dekat laut) dan kampung Atas (pegunungan). Setiap suku yang ada di sana masing-masing memiliki rumah adat, rumah perahu (na jeng) dan tali penangkap paus (tali leo).
Setiap tahun selalu ada ritual adat untuk melaut. Tradisi melaut dalam bahasa Lamalera dikenal dengan sebutan ola nue. Tradisi melaut menjadi unik karena rentetan upacara yang harus dijalankan. Misalnya malam sebelum melaut akan ada sharing pengalaman dari tua-tua yang berpengalaman, kemudian dilanjutkan dengan upacara liturgi Katolik.
Ada aturan tak tertulis bahwa setelah upacara dimulai hingga kembalinya para nelayan setelah berburu paus tidak boleh ada pertengkaran antara suami-istri. Selain itu, tidak boleh bertengkar dengan tetangga atau dengan anak dan juga harus menjaga tutur kata.

Ola Nue: Kekhasan Masyarakat Lamalera[1]
Ritual penangkapan ikan paus masyarakat Lamalera dilakukan pada umunya dilakukan sejak Mei hingga Oktober. Ola nue berarti kerja mencari ikan di laut. Ola Nue merupakan tradisi penangkapan ikan paus yang sudah dilakukan sejak turun temurun oleh nenek moyang masyarakat Lefo Lamalera. Tradisi telah menyatu dengan nilai-nilai keagamaan sejak masuknya agama Katolik di Lembata pada tahun 1886.
Penangkapan paus pun tidak dilakukan secara sembarangan. Ada aturan dan patokan waktunya. Penangkapan paus biasanya dilakukan pada 1 Mei hingga 31 Oktober. Sebelum melaut, pada 27 – 29 April, mereka melakukan upacara adat. Selanjutnya pada 30 April sore, masyarakat melakukan misa untuk memohon keselamatan bagi arwah semua orang yang meninggal di laut. Pada 1 Mei diadakan misa memohon keselamatan bagi yang akan melaut. Nelayan Lamalera beramai-ramai turun melaut sejak tanggal 2 Mei.
Mereka hanya boleh berburu mulai hari Senin hingga Jumat karena Sabtu dan Minggu waktu untuk istirahat dan beribadah. Ikan yang ditangkap juga hanya sesuai yang dibutuhkan. Jika ikannya berontak, maka akan dilepaskan kembali. Selain itu, jenis paus yang ditangkap pun hanya paus sperma dan sedang tidak hamil.
Para leluhur menetapkan, bahwa kotekelema dan ikan-ikan besar ditangkap untuk pau lefo (memberi makan seluruh kampung). Secara khusus disebutkan kaum kide-knuke (yatim piatu/fakir miskin) dan para janda. Etika ini tercermin pada pola pembagian tradisional yang memungkinkan sebanyak-banyaknya orang di kampung memperoleh bagiannya. Pada kotekelema, misalnya, selain para awak peledang, pemilik perahu, pembuat perahu, pemilik layar, juga tuan tanah (suku Langowudjo dan Tufaone).
Selanjutnya mereka yang mendapat bagian wajib memberikan juga kepada orang lain lewat bfene (pemberian kepada keluarga dekat atau orang-orang khusus), lamma (barter antara keluarga Lamalera), atau secara tak langsung lewat tukar-menukar ikan dengan rokok, tuak, dll. Konsep Ile Gole terwujud lewat barter antar-kampung.

Cinta Kasih Dalam Tradisi Ola Nue
Masyarakat Lamalera meyakini adanya relasi harmonis antara kehidupan manusia di darat dan di laut. Keduanya saling mendukung dan menentukan. Salah atau lalai membagikan hasil tangkapan akan membawa dampak buruk terhadap proses penangkapan ikan selanjutnya. Karena itu, nelayan Lamalera menjaga hubungan harmonis tersebut jangan sampai ternoda.
Dari tradisi ola nue, ada nilai tradisional yakni cinta kasih kepada sesama yang dihayati  nelayan Lamalera turun temurun. Cinta kasih kepada sesama ditunjukkan lewat pengorbanan mereka saat melaut. Mereka harus bertarung melawan ganasnya lautan untuk menghidupi semua warga desa, terutama para janda, fakir miskin, dan yatim piatu.

Baca Juga: Beberapa Fakta Menarik Wae Rebo

Tradisi ola nue merupakan representasi makna cinta yang mendalam dari masyarakat Lamalera. Bagi mereka cinta adalah suatu totalitas penyerahan diri dan pengorbanan. Cinta membutuhkan kesediaan untuk mengikat dan saling melibatkan diri dalam hidup rekannya. Cinta memanggil setiap orang yang terlibat dalam membina hubungan pribadi, agar mereka saling mencintai.
Cinta dengan ciri seperti ini menjadi bagian integral dari tradisi ola nue. Dari tradisi ola nue ini terkandung nilai moral yang sangat kental. Nilai moral ini menjadi mutiara berharga untuk disumbangkan bagi khazanah nilai moral. Di tengah sikap individualisme yang tinggi, masyarakat Lamalera mengajak kita untuk kembali ke semangat berbagi dan berkorban untuk orang yang lemah. Semangat kasih yang ditampilkan oleh masyarakat Lamalera dalam tradisi ola nue kiranya menjadi spirit kita juga dalam kehidupan bersama.

Cinta Dalam Konsep Moral Universal
Masyarakat Lamalera sebagian besar beragama Katolik. Ketika berburu ikan paus mereka mempertaruhkan nyawa demi masyarakat kampung yang menaruh harapan di pundak mereka. Cinta mereka seperti perkataan Yesus "tidak ada cinta yang lebih besar dari pada dia yang memberikan nyawa bagi sahabat-sahabatnya." Kata-kata inilah yang tertanam dalam hati masyarakat Lamalera jika sedang berburu di laut.
Oleh karena itu, dalam menjalankan tradisi ola nue mereka selalu berani berkorban demi cinta kepada sesama yang ada di kampung halaman. Masyarakat Lamalera telah memberikan sumbangan yang besar dalam ranah moral universal melalui tradisi ola nue. Kiranya kita juga bisa seperti mereka rela berbagi sedikit untuk mereka yang berkekurangan.



[1] http://lulukuliyah.blogspot.com/2011/02/hak-penguasaan-perairan-pesisir-vs.html dan http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/132046-D%2000921-Du-hope%20di%20tengah-Metodologi.pdf

No comments:

Post a Comment