Menu

Memperbaiki Kualitas Pendidikan Menyongsong Revolusi Industri 4.0

                          (Ket: pelajar dengan gaya belajar modern)

Indonesia saat ini tengah menghadapi revolusi industri 4.0. Sederet upaya untuk menghadapinya mulai dipersiapkan, misalnya dengan mengubah metode pembelajaran atau juga kurikulum pendidikan yang ada saat ini.

Dalam kurikulum itu pembelajaran informatika mulai diterapkan di sekolah-sekolah. Alasannya, mata pelajaran informatika menjadi pintu masuk menghadapi revolusi industri 4.0.

Mengapa demikian? Karena untuk menghadapi perkembangan zaman, maka metode pembelajaran juga harus sesuai dengan kebutuhan zaman. Di antaranya, mempersiapkan model pembelajaran science, technology, engineering, art, dan math (STEAM) untuk mengejar ketertinggalan.

Menurut praktisi pendidikan Indonesia, Indra Charismiadji ada tiga poin yang perlu diubah dari sisi edukasi:

Pertama dan paling utama adalah mengubah pola pikir generasi muda Indonesia. Melalui perubahan pola pikir, anak-anak akan mencari aktivitas lain selain bermain gedget karena mereka menggunakan gedget untuk bekerja.

Penggunaan gedget untuk bekerja akan membuat anak bosan, jika gedget juga digunakan untuk bermain. Oleh karena itu, untuk menyambut revolusi 4.0 langkah yang perlu dilakukan adalah mengubah pola pikir anak.

Baca juga: Memahami Tri Sentra Pendidikan dan Kegalauan Orang Tua

Jika pola pikir sebelumnya menggunakan gedget untuk bermain menjadi gedget sebagai lahan mereka menciptakan sesuatu yang baru dan menjawab kebutuhan publik.

Kedua, pentingnya peran sekolah dalam mengasah dan mengembangkan bakat siswa. Di sini sekolah memfasilitasi dan memberikan dukungan. Akan tetapi, rupanya ada yang keliru dengan sistem pendidikan kita saat ini.

Anak-anak ke sekolah seharusnya untuk belajar dan mempersiapkan mereka menghadapi dunia nyata yang berubah dengan sangat cepat. Tetapi, sekolah tidak banyak berubah selama ratusan tahun.

Para ahli setuju bahwa pendidikan saat ini dirancang di era industri untuk pekerjaan di pabrik. Dan mentalitas sebagai pekerja masih bertahan di sekolah-sekolah.

Ketiga, pengembangan kemampuan institusi pendidikan untuk mengubah model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman ini. Menyiapkan siswa sesuai dengan kebutuhan zaman adalah langkah positif yang sebaiknya dilakukan oleh semua sekolah. 

Pembelajaran berbasis teknologi atau mengarahkan siswa untuk belajar berbasis teknologi adalah cara sekolah menyiapkan siswanya untuk menghadapi tantangan zaman.

Pembelajaran pada abad 21 hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Begitu juga dengan metode yang dikembangkan oleh sekolah agar mengubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru atau pendidik menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak bahwa mereka harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Kemampuan berkomunikasi, kreatif, problem solving dan berkolaborasi adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa.

Persoalan yang Dihadapi
Dari penjelasan di atas sebenarnya terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh pendidikan kita saat ini:

1. Anak-anak dididik dengan setumpuk tugas dan mengatur kehidupan mereka dengan bunyi lonceng. Sepanjang hari siswa tidak melakukan apa pun selain mengikuti petunjuk. “Silahkan duduk, berhenti berbicara dengan temanmu, ambil buku dan kerjakan tugas halaman sekian.”

Di sekolah siswa akan dihargai sejauh dia mampu menghafal semua pelajaran yang diberikan guru. Keberhasilan mereka tergantung pada instruksi dan melakukan persis dengan apa yang diperintahkan.

Di dunia modern orang-orang harus menjadi kreatif, dapat menyampaikan ide-ide dan kolaborasi dengan orang lain. Sayangnya, siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan tersebut dalam suatu sistem sekolah yang didasarkan pada nilai-nilai era industri.

Keterampilan dan minat siswa kurang diberi perhatian sehingga tak jarang siswa terpaksa mengembangkan dirinya dengan melakukan kursus-kursus di luar sekolah yang tentu saja menguras banyak tenaga dan biaya tambahan.

2. Sebagian pembelajaran yang terjadi di sekolah tidak otentik karena masih menggunakan metode menghafal. Sistem ini mendefinisikan satu set generik pengetahuan bahwa semua anak harus tahu dan menghafal materi yang diberikan guru.

Beberapa bulan kemudian guru mengukur berapa banyak pengetahuan yang bertahan dengan memberikan ujian atau ulangan. Kita tahu bahwa sistem belajar tersebut tidak otentik karena sebagian besar setelah ulangan atau ujian, materi hafalan kita itu akan hilang.

Belajar bisa jauh lebih dalam dan otentik. Hal ini bisa menjadi jauh lebih dari sekedar menghafal. Sayangnya itulah yang satu-satunya yang diukur oleh pihak sekolah dan ulangan atau ujian adalah jalan untuk menghargai kualitas siswa.

Baca juga: Pendidikan Indonesia dan Sisi Positif Corona

Anak-anak menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghafal dan kemudian mereka akan segera melupakannya. Tidak ada ruang untuk mengembangkan passion dan hobi.

Kita memiliki sistem pembelajaran di mana setiap anak harus belajar hal yang sama pada waktu yang sama dan dengan cara yang sama. Hal ini sebenarnya bertentangan karena kita semua memiliki passion dan ketertarikan yang berbeda.

Akan tetapi, apakah saat ini sekolah-sekolah telah membantu peserta didiknya untuk menemukan dan mengembangkan passion mereka? Apa keahlianku? Apa yang ingin aku lakukan? Apakah keahlianku sesuai dengan kebutuhanku di masa depan? Sistem ini tampaknya tidak adil dan tidak peduli dengan kebutuhan masa depan manusia.

Begitu banyak orang berbakat gagal dalam sistem sekolah tradisional. Untungnya mereka mampu mengatasi kegagalan ini ketika berada dalam lingkungan masyarakat. Tetapi tidak semua orang mampu melakukannya.

Mereka sukses karena mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan harus bekerja lebih keras lagi dibandingkan dengan orang lain. Mereka berkembang karena tahu apa bakat dan passion yang dimiliki sehingga saat berada di tengah masyarakat bakat dan passion itu yang terus dikembangkan.

Pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai subjek belajar belum dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kita masih belum mampu berbuat banyak.

Pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan suatu bangsa belum digarap dengan semestinya. Akan tetapi, segala sesuatu diukur berdasarkan apa yang ditulis di kertas.

Passion dan bakat yang dimiliki siswa kurang diberi tempat. Alhasil, setelah menyelesaikan kuliah banyak di antara kita yang belum mengenal passionnya sendiri. Sebab sejak TK selalu diajarkan untuk menghafal beragam materi pelajaran sehingga tidak mampu untuk mengetahui bakat dan passionnya.

3. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sebaiknya menjadi wadah yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelas karena media internet dan digital, anak-anak dapat memiliki akses ke semua informasi di dunia.

Baca juga: STEAM Sebagai Dasar Pendidikan di Masa New Normal

Teknologi telah memungkinkan siapa saja untuk mempelajari sesuatu. Tetapi, karena takut kehilangan kontrol sistem ini belum digunakan secara luas. Sistem pendidikan kita yang berkembang di era industri menjadi tidak relevan dan kurang efektif lagi untuk zaman sekarang.

Jika kita ingin belajar yang efektif dan menarik, maka tidak ada keraguan agar kita secara fundamental mengubah sistem pendidikan kita dalam menyambut revolusi 4.0.

Besar harapan agar pemerintah lebih giat lagi dalam mengurus pendidikan negeri ini agar kita dapat berdiri sejajar dengan negara maju lainnya dalam hal pendidikan.

Dari seratus perguruan tinggi terbaik dunia, tidak satu pun berasal dari Indonesia. Padahal kita negara besar dan punya potensi alam yang besar pula. Kini kita bersama-sama berlari sekencang mungkin mengejar ketertinggalan itu.

Sumber gambar: eduaksi.com

No comments:

Post a Comment