pendidikan,
pendidikan abad ke-21,
STEAM
Memperbaiki Kualitas Pendidikan Menyongsong Revolusi Industri 4.0
(Ket: pelajar dengan gaya belajar modern)
Sumber gambar: eduaksi.com
Indonesia saat ini tengah menghadapi
revolusi industri 4.0. Sederet upaya untuk menghadapinya mulai dipersiapkan,
misalnya dengan mengubah metode pembelajaran atau juga kurikulum pendidikan
yang ada saat ini.
Dalam kurikulum itu pembelajaran
informatika mulai diterapkan di sekolah-sekolah. Alasannya, mata pelajaran informatika menjadi pintu masuk menghadapi revolusi industri 4.0.
Mengapa demikian? Karena untuk
menghadapi perkembangan zaman, maka metode pembelajaran juga harus sesuai
dengan kebutuhan zaman. Di antaranya, mempersiapkan model pembelajaran science, technology, engineering, art,
dan math (STEAM) untuk mengejar ketertinggalan.
Menurut praktisi pendidikan Indonesia,
Indra Charismiadji ada tiga poin yang perlu diubah dari sisi edukasi:
Pertama dan paling utama adalah mengubah pola
pikir generasi muda Indonesia. Melalui perubahan pola pikir, anak-anak akan mencari aktivitas lain selain bermain gedget karena mereka menggunakan gedget
untuk bekerja.
Penggunaan gedget untuk bekerja akan
membuat anak bosan, jika gedget juga digunakan
untuk bermain. Oleh karena itu, untuk menyambut revolusi 4.0 langkah yang perlu
dilakukan adalah mengubah pola pikir anak.
Baca juga: Memahami Tri Sentra Pendidikan dan Kegalauan Orang Tua
Baca juga: Memahami Tri Sentra Pendidikan dan Kegalauan Orang Tua
Jika pola pikir sebelumnya menggunakan gedget untuk bermain menjadi gedget
sebagai lahan mereka menciptakan sesuatu yang baru dan menjawab kebutuhan
publik.
Kedua, pentingnya peran sekolah dalam
mengasah dan mengembangkan bakat siswa. Di sini sekolah memfasilitasi dan
memberikan dukungan. Akan tetapi, rupanya ada yang keliru dengan sistem
pendidikan kita saat ini.
Anak-anak ke sekolah seharusnya untuk
belajar dan mempersiapkan mereka menghadapi dunia nyata yang berubah dengan
sangat cepat. Tetapi, sekolah tidak banyak berubah selama ratusan tahun.
Para ahli setuju bahwa pendidikan saat
ini dirancang di era industri untuk pekerjaan di pabrik. Dan mentalitas sebagai pekerja masih bertahan di sekolah-sekolah.
Ketiga, pengembangan kemampuan institusi
pendidikan untuk mengubah model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman
ini. Menyiapkan siswa sesuai dengan kebutuhan zaman adalah langkah positif yang
sebaiknya dilakukan oleh semua sekolah.
Pembelajaran berbasis teknologi atau
mengarahkan siswa untuk belajar berbasis teknologi adalah cara sekolah
menyiapkan siswanya untuk menghadapi tantangan zaman.
Pembelajaran pada abad 21 hendaknya
disesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Begitu juga dengan metode yang
dikembangkan oleh sekolah agar mengubah pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada guru atau pendidik menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia
masa depan anak bahwa mereka harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar.
Kemampuan berkomunikasi, kreatif, problem solving dan berkolaborasi adalah
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa.
Persoalan
yang Dihadapi
Dari penjelasan di atas sebenarnya terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh pendidikan kita saat ini:
1. Anak-anak
dididik dengan setumpuk tugas dan mengatur kehidupan mereka dengan bunyi
lonceng. Sepanjang hari siswa tidak melakukan apa pun selain mengikuti
petunjuk. “Silahkan duduk, berhenti berbicara dengan temanmu, ambil buku dan
kerjakan tugas halaman sekian.”
Di sekolah siswa akan dihargai sejauh
dia mampu menghafal semua pelajaran yang diberikan guru. Keberhasilan mereka
tergantung pada instruksi dan melakukan persis dengan apa yang diperintahkan.
Di dunia modern orang-orang harus menjadi kreatif, dapat menyampaikan ide-ide dan kolaborasi
dengan orang lain. Sayangnya, siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan tersebut dalam suatu sistem sekolah yang didasarkan
pada nilai-nilai era industri.
Keterampilan dan minat siswa kurang
diberi perhatian sehingga tak jarang siswa terpaksa mengembangkan dirinya
dengan melakukan kursus-kursus di luar sekolah yang tentu saja menguras banyak tenaga
dan biaya tambahan.
2. Sebagian
pembelajaran yang terjadi di sekolah tidak otentik karena masih menggunakan
metode menghafal. Sistem ini mendefinisikan satu set generik pengetahuan bahwa
semua anak harus tahu dan menghafal materi yang diberikan guru.
Beberapa bulan kemudian guru mengukur
berapa banyak pengetahuan yang bertahan dengan memberikan ujian atau ulangan.
Kita tahu bahwa sistem belajar tersebut tidak otentik karena sebagian besar
setelah ulangan atau ujian, materi hafalan kita itu akan hilang.
Belajar bisa jauh lebih dalam dan
otentik. Hal ini bisa menjadi jauh lebih dari sekedar menghafal. Sayangnya
itulah yang satu-satunya yang diukur oleh pihak sekolah dan ulangan atau ujian
adalah jalan untuk menghargai kualitas siswa.
Baca juga: Pendidikan Indonesia dan Sisi Positif Corona
Baca juga: Pendidikan Indonesia dan Sisi Positif Corona
Anak-anak menghabiskan waktu berjam-jam
untuk menghafal dan kemudian mereka akan segera melupakannya. Tidak ada ruang
untuk mengembangkan passion dan hobi.
Kita memiliki sistem pembelajaran di
mana setiap anak harus belajar hal yang sama pada waktu yang sama dan dengan
cara yang sama. Hal ini sebenarnya bertentangan karena kita semua memiliki passion dan ketertarikan yang berbeda.
Akan tetapi, apakah saat ini
sekolah-sekolah telah membantu peserta didiknya untuk menemukan dan
mengembangkan passion mereka? Apa
keahlianku? Apa yang ingin aku lakukan? Apakah keahlianku sesuai dengan
kebutuhanku di masa depan? Sistem ini tampaknya tidak adil dan tidak peduli
dengan kebutuhan masa depan manusia.
Begitu banyak orang berbakat gagal
dalam sistem sekolah tradisional. Untungnya mereka mampu mengatasi kegagalan
ini ketika berada dalam lingkungan masyarakat. Tetapi tidak semua orang mampu
melakukannya.
Mereka sukses karena mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan harus bekerja lebih keras lagi
dibandingkan dengan orang lain. Mereka berkembang karena tahu apa bakat dan passion yang dimiliki sehingga saat
berada di tengah masyarakat bakat dan passion
itu yang terus dikembangkan.
Pembelajaran yang menjadikan siswa
sebagai subjek belajar belum dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika kita masih belum mampu berbuat banyak.
Pendidikan sebagai ujung tombak
pembangunan suatu bangsa belum digarap dengan semestinya. Akan tetapi, segala
sesuatu diukur berdasarkan apa yang ditulis di kertas.
Passion dan bakat yang dimiliki siswa kurang
diberi tempat. Alhasil, setelah menyelesaikan kuliah banyak di antara kita yang
belum mengenal passionnya sendiri. Sebab sejak TK selalu diajarkan untuk
menghafal beragam materi pelajaran sehingga tidak mampu untuk mengetahui bakat
dan passionnya.
3. Kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi sebaiknya menjadi wadah yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelas karena media internet dan
digital, anak-anak dapat memiliki akses ke semua informasi di dunia.
Baca juga: STEAM Sebagai Dasar Pendidikan di Masa New Normal
Baca juga: STEAM Sebagai Dasar Pendidikan di Masa New Normal
Teknologi telah memungkinkan siapa saja
untuk mempelajari sesuatu. Tetapi, karena takut kehilangan kontrol sistem
ini belum digunakan secara luas. Sistem pendidikan kita yang berkembang di era
industri menjadi tidak relevan dan kurang efektif lagi untuk zaman sekarang.
Jika kita ingin belajar yang efektif
dan menarik, maka tidak ada keraguan agar kita secara fundamental mengubah
sistem pendidikan kita dalam menyambut revolusi 4.0.
Besar harapan agar pemerintah lebih
giat lagi dalam mengurus pendidikan negeri ini agar kita dapat berdiri sejajar
dengan negara maju lainnya dalam hal pendidikan.
Dari seratus perguruan tinggi terbaik
dunia, tidak satu pun berasal dari Indonesia. Padahal kita negara besar dan
punya potensi alam yang besar pula. Kini kita bersama-sama berlari sekencang
mungkin mengejar ketertinggalan itu.
Sumber gambar: eduaksi.com
August 12, 2020
No comments:
Post a Comment