Indra Charismiadji,
kualitas pendidikan,
pendidikan,
STEAM
Tahun Ajaran Baru, New Normal, dan Pendidikan Berbasis STEAM
Kita mungkin masih asing dengan istilah STEAM (science, technology, engineering, art, and mathematics) yang beberapa kali pernah disampaikan oleh Mendikbud Nadiem Makarim. STEAM adalah metode pembelajaran berbasis teknologi yang dikolaborasikan dengan sains, matematika, seni, dan rekayasa. Pendidikan berbasis STEAM menjadi penting karena mampu menjawab tantangan di masa depan.
Manusia zaman batu belajar dengan melukis di dinding gua menggunakan batu. Manusia era pertanian belajar menulis di atas kertas yang terbuat dari kulit hewan atau daun-daunan seperti papirus. Manusia era manufaktur belajar menggunakan kertas yang terbuat dari kayu. Di situlah segala sesuatu ditulis dan kemudian menjadi arsip yang masih dipakai hingga sekarang.
Bagaimana dengan manusia yang hidup di zaman yang sering disebut era digital? "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka bukan hidup di zamanmu," demikian nasihat yang disampaikan Ali bin Abi Thalib. Nasihat yang baik dan sangat logis ini mendorong kebutuhan untuk memodernisasi sistem pembelajaran kita. Kita tidak bisa menggunakan sistem dan metode pendidikan zaman manufaktur untuk diterapkan di era digital.
Mata Pelajaran Baru
Mulai tahun ajaran baru 2019/2020 ini, anak-anak Indonesia akan dikenalkan dengan mata pelajaran baru dengan nama Informatika. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 35, 36, dan 37 tahun 2018 yang ditandatangani di pengujung tahun 2018 yang lalu oleh Mendikbud Muhadjir Effendy, Indonesia telah mengikuti langkah progresif negara-negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan mata pelajaran ini dalam kurikulum nasionalnya.
Baca juga: Semua yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pendidikan 4.0
Baca juga: Semua yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pendidikan 4.0
Mata pelajaran Informatika yang dikembangkan adalah pelajaran yang berbasis STEAM. Kenapa harus berbasis STEAM? Karena metode tersebut mengajak siswa untuk mengintegrasikan mata pelajaran dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran melibatkan enam keahlian utama bagi siswa di abad ke-21, yaitu kolaborasi, kreatif, berpikir kritis, berpikir secara komputasional, pemahaman budaya, serta mandiri dalam belajar dan berkarier.
Pembelajaran STEAM adalah langkah selanjutnya dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi dunia nyata dan siap menghadapi persaingan global. Sebab, science, technology, engineering, art, and mathematics adalah mata pelajaran yang saling berkaitan dalam kehidupan keseharian kita. Keempat bidang itu saling terkait dan tak bisa berdiri sendiri. Namun, selama ini keempatnya dipelajari terpisah-pisah. Jadi, seolah-olah hanya bisa dipahami secara teori. Padahal keempatnya penting dikuasai oleh anak didik supaya mereka bisa memecahkan masalah dalam dunia kerja, masyarakat, dan dalam berbagai aspek kehidupan.
Menghadapi New Normal
Terhitung sejak Maret sebagian besar sekolah-sekolah mengadakan pembelajaran dalam jaringan (daring). Karena itu, sekolah-sekolah melakukan banyak persiapan dalam rangka memasuki tahun ajaran baru. Berkaca pada pengalaman pembelajaran dalam jaringan selama tiga bulan terakhir yang ternyata mengalami banyak kendala dan kekurangan, maka di tahun ajaran baru nanti pembelajaran dalam jaringan diharapkan lebih baik lagi.
Apa yang terjadi pada teknologi pendidikan setelah pandemi virus corona berakhir, sebagian akan bergantung pada kualitas teknologi itu sendiri. Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji menilai, pembelajaran jarak jauh di tengah wabah Covid-19 belum berjalan ideal. Di antaranya karena ada kecenderungan siswa diberikan PR yang ugal-ugalan. Kemudian, ada guru yang hanya merekam proses pembelajaran di kelas kemudian disebar ke ponsel siswa.
Baca juga: Wei Ji dan Krisis Kualitas Pendidikan
Baca juga: Wei Ji dan Krisis Kualitas Pendidikan
Model pembelajaran daring seharusnya berorientasi pada kemampuan siswa agar mampu memecahkan masalah, kritis, kolaboratif, komunikatif, kreatif, dan inovatif. Guru harus jadi fasilitator dan motivator bagi siswa, bukan menjelaskan materi yang siswa bisa baca di buku atau cari di Google.
Dalam menghadapi tahun ajaran baru di era new normal saya menemukan beberapa poin penting yang sebaiknya disiapkan Pelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring .
Pertama, infrastruktur. Artinya, peralatan apa yang dipakai sekolah saat ini untuk pembelajaran jarak jauh. Apalagi di tahun ajaran baru PJJ dalam jaringan masih tetap diberlakukan. Oleh karena itu, infrastruktur yang digunakan oleh sekolah dan siswa harus sama. Jangan sampai lembaga pendidikan kurang informasi terkait infrastruktur yang digunakan oleh siswa dalam pembelajaran.
Kedua, infostruktur, yakni aplikasi atau platform apa yang digunakan untuk proses PJJ daring. Dengan keadaan seperti sekarang ini, maka aplikasi yang digunakan harus mampu memenuhi kebutuhan belajar siswa. Selain itu platform yang digunakan untuk siswa dan guru sebaiknya satu dan sama agar tidak membingungkan siswa.
Infostruktur juga menyangkut learning management system (LMS) yang sebaiknya dimiliki setiap satuan pendidikan. Namun, bagi sekolah yang belum mampu memilikinya dapat menggunakan Rumah Belajar milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketiga, infokultur. Maksud dari infokultur PJJ daring memiliki prinsip any time, any where, dan any device. Any time adalah setiap siswa tidak harus belajar pada waktu yang sama dan mengerjakan hal yang sama. Any where adalah siswa dapat belajar di mana saja asal terkoneksi internet.
Sedangkan, any device maksudnya media yang digunakan sebaiknya multifungsi. Dalam pedagogi konvensional disebutkan media tersebut berfungsi menerima informasi seperti buku, TV maupun materi multimedia. Konsep ini tentunya berbeda dengan pedagogis konvensional yang hanya mengenal sinkronis learning, sedangkan di sini akan menggunakan asinkronis learning. Hal itu yang harus kita pahami dalam PJJ daring di tahun ajaran baru nanti.
Baca juga: Memperbaiki Kualitas Pendidikan Menyongsong Revolusi Industri 4.0
Baca juga: Memperbaiki Kualitas Pendidikan Menyongsong Revolusi Industri 4.0
Poin-poin yang disampaikan di atas merupakan pengejawantahan dari STEAM. Di era Industri 4.0 ini kebutuhan akan para inovator dan kreator menempati urutan utama. Untuk itu kurikulum harus disesuaikan. Pertama, penguatan kemampuan calistung sebagai fondasi pembelajaran pendidikan berbasis STEAM. Kedua, pemanfaatan teknologi secara optimal dalam pembelajaran kompetensi inti, yakni penalaran tingkat tinggi dan kemampuan 4K (Komunikasi, Kolaborasi, Kritis, dan Kreatif).
Tulisan ini pernah dimuat di kolom Detik.com pada 16 Juli 2020
Sumber gambar: amongguru.com
August 20, 2020
No comments:
Post a Comment