Afin Gagu,
Corona,
Paskah,
Paus Fransiskus,
Tri Hari Suci
MENYONGSONG TRI HARI SUCI DALAM NUANSA CORONA VIRUS
Tinggal menghitung jam umat Katolik di
seluruh dunia akan merayakan Tri Hari Suci sebagai perayaan misteri iman kristiani.
Namun, perayaan itu tidak lagi dirayakan sebagaimana mestinya yang dihadiri
oleh umat karena adanya himbauan dari pemerintah agar “mengisolasi diri” yang
disebabkan oleh coronavirus atau lebih dikenal dengan Covid-19.
Tahun ini merupakan tahun terburuk
sepanjang sejarah penulis sebagai umat Katolik. Betapa tidak, baru pertama kali
saya mengikuti misa secara online (via youtube dan live-streaming). Tetapi,
kita juga bisa berdoa menurut cara kita masing-masing. Sebuah pencobaan
sekaligus ajakan pertobatan yang tidak bisa dielakan dan sulit untuk diterima
tetapi harus bisa dijalani. Hal ini bukanlah perkara mudah mengingat
keterbatasan jaringan internet di seluruh pelosok daerah Manggarai Belum lagi
keterbatasan handphone seluler yang tidak memiliki aplikasi android untuk
mendukung ketersediaan aplikasi-aplikasi seperti, facebook, youtube dan
lain-lain.
Baca Juga: Selalu Ada Makna dari Sebuah Bencana
Menghadapi kenyataan pahit itu, muncul
berbagi macam pertanyaan yang mungkin saja tidak dapat kita jawab. Apakah ini
pertanda bahwa iman kita sedang mengalami cobaan? Seperti yesus yang dicobai
oleh iblis di padang gurun (Mat. 4:1-11). Apakah ini waktu yang tepat bagi kita
untuk bertobat? Seperti Yesus mengajak kita untuk bertobat dengan
sungguh-sungguh (Mat. 3:2). Apakah kita masih bisa merayakan Tri Hari Suci
tanpa harus mengikutinya secara online?
Dari uraian di atas, penulis mencoba
menarik ikhtiar bahwa kerinduan untuk bisa mengikuti perayaan ekaristi Tri Hari
Suci bukanlah sebuah dambaan yang semu. Persoalan sekarang justru mengajak kita
semua untuk bertobat secara menyeluruh dalam masa pencobaan di tengah kasus
coronavirus. Bertobat dari cara hidup lama yang mungkin telah merugikan orang
lain dan merusak alam ciptaan. Melalui pandemi covid-19 kita disadarkan betapa
rapuhnya diri kita di hadapan alam yang begitu luar biasa.
Pandemi covid-19 yang sedang kita alami
saat ini, di saat kita sedang menyiapkan diri untuk perayaan paskah terasa
tepat. Dengan diberlakukannya isolasi mandiri di rumah secara tidak langsung
memberi kita kesempatan untuk kembali ke kedalaman diri dan melihat kembali
pengalaman selama ini. Mungkin selama ini kita disibukan dengan berkelana ke
sana kemari mencari sesuap nasi, tetapi melalui pandemi ini diberi jeda dan
waktu untuk diri sendiri dan waktu untuk keluarga.
Bertobat dan Cobaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bertobat memiliki arti:
menyesal dan berniat hendak memperbaiki (perbuatan yang salah dan sebagainya).
Dan cobaan berarti sesuatu yang dipakai untuk menguji (ketabahan, iman,
dan sebagainya). Kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi kita
umat Katolik saat ini. Mungkin saja coronavirus ini “diciptakan” untuk menguji
iman kita kepada Tuhan dan juga menanyakan eksistensi-Nya sebagai Sang
Pencipta. Tetapi, kita tidak akan pergi sejauh itu.
Paus Fransiskus dalam sebuah wawancara
seperti dikutip dari Cindy Woden 2020 (Catholic News Service, 4.8.2020
7:48 ET) mengatakan karantina, penguncian, dan perintah menginap di rumah
adalah kesempatan sempurna untuk PERTOBATAN untuk individu, untuk gereja dan
untuk pemerintah. Lebih lanjut beliau mengajak kita untuk
bermeditasi tentang Sengsara Kristus yang dapat membantu kita ketika bergumul
dengan pertanyaan tentang Tuhan dan penderitaan selama krisis coronavirus
(dikutip dari www.catholiknewsagency.com. Edisi
8 April 2020/03.30, CNA).
Dapat disimpulkan bahwa cobaan yang
sedang dihadapi saat ini mengajak kita untuk bertobat dengan sungguh-sungguh.
Mungkin ini adalah waktu yang tepat agar kita membenah diri dan menyatakan iman
kepercayaan kita kepada-Nya dalam perayaan Tri Hari Suci tanpa harus mengikuti
perayaan itu via youtube dan live-streaming. Karena
perayaan itu pun takkan bermakna ketika kita tidak melibatkan diri seutuhnya
dan tanpa mengambil bagian dalam kisah Sengsara Yesus. Seperti kata Yakobus,
“sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan
adalah mati (Yak. 2:26). (Afin Gagu, Tiggal di Manggarai)
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi Afin Gagu
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi Afin Gagu
April 09, 2020
Mantap kae, trus lah berkarya💪🏻👍🏻
ReplyDeleteTerima kasih ase
Delete